Suatu hari saya mendapatkan kiriman email dari seorang teman yang baik dan suka ingin mengajak temannya menjadi lebih baik. Email itu berisi artikel yang bagus tentang "Sukses". Dlm tulisan tersebut disitir pendapat dan analisis Maxwell Maltz (1899-1975) yang dikenal dengan pemaparan tentang Psycho-Cybernetics (1960) berupa 7 ciri kepribadian sukses beserta dalil2 ilmiah; sekedar untuk memberi tekanan dan label pada seseorang demi bisa disebut sukses atau tidak. Kalo boleh menanggapi tulisan tersebut, terkait "sukses" sy kok lbh tertarik dgn definisi orang2 di kampung saya di Jombang, dgn filosofi "ditaker bek, disuntek entek" (ditakar penuh, ditumpah habis).
Semangat dari filosofi ini bukan saja menjadi sejenis software, (idiological state apparatus kalo dlm konteks negara. sy nggak tau kalo dlm istilah psikologi) yg mendirect manusia utk harus menjadi begini dan musti begitu secara mekanis, tapi memberi ruang yang luas bagi manusia untuk mendiagnosa kemampuannya sendiri dgn melakukan pembacaan komprehensif kedalam dan keluar. apa yg ada diluar kita memiliki kans dengan tingkatannya masing2 untuk dapat mempengaruhi dan membentuk cara pandang dan prilaku kita (ego). di saat yg sama 'superego' yg hidup dlm diri kita akan melakukan filter terhadap berbagai hal yg ada di luar tersebut dgn salah satunya melakukan gerakan melingkar sebagai bentuk verifikasi kedalam. output dari pola hubungan ego-superego ini yg pada akhirnya memunculkan sosok kita yg terakhir, Id yg uptodate. dari sini kita baru akan bisa mengukur kapasitas moral definitif-intelektual-karakter seseorang/manusia, bagaimana ia belajar, bagaimana ia menyikapi ruang sekitar, menyerap informasi, memilahnya, menverifikasi kebenarannya serta bagimana ia mengambil kesimpulan dan bertindak berdasarkan kesimpulannya trsebut: baik-buruk, salah-benar, hitam putih... (?)
"ditaker bek" adalah kesadaran tentang dialog media dan isi, daya tampung dan bagaimana kita dapat melakukan elaborasi atas diri selaku ulul albab dan khalifah fil ard (sorry kem-Islam), namun juga tanpa kehilangan kendali atas fakta keterbatasan sehingga pula tidak memaksakan diri sebelum proses dialektika tuntas menyelesaikan prosesnya. percepatan tentu memungkinkan dilakukan, namun logika percepatan toh juga menuntut 'pembacaan lebih'. Jadi disini kita tidak menemukan reduksi, simplifikasi dan pola linier. "ditaker bek" mengajari kita untuk relevan. nggak maksa tapi juga nggak mudah patah. antara nggak maksa dan nggak mudah patah itu tak bisa dipisahkan, karena ada kausalitas di sana. isi dan media adalah 2 subjek yg berbeda namun integral. nilai ini juga mengajari kita ttg konsekwensi dan sadar resiko...
Sementara "disuntek entek" adalah bagaimana manusia seharusnya maksimum dlm mengaktualkan dirinya melalui tindakan. isi yg keluar dari medianya (seberapa banyak air yg keluar dari sebuah gelas dengan diameter dan tinggi tertentu) adalah citra sejati yang mengejawentahkan segala proses "ditaker bek" yg terjadi sebelumnya. tindakan aktual manusia berhubungan erat dengan rekam jejak manusia dalam melakukan definisi atas dirinya sendiri, menyerap, memilah, mengkonfrontir, menverifikasi, merevisi, membandingkan, merevisi lagi..dst. Kita harus "nyuntek sampek entek" (menumpahkan isi hingga habis) semampu kita melakukan sesuatu, tidak setengah2...pun tidak seolah2. Jadi dimana letak sukses dan apa ukurannya? apa relevansi membicarakan sukses dalam konteks kemanusiaan? sejauh ini saya masih menganggap bahwa wejangan emak saya tentang "ditaker bek, disuntek entek" itu jauh lebih relevan dan sophisticated daripada analisis para psikolog, motivator dan para pemandu bakat.
Dalam kaitan ini, tanpa berpretensi menggurui, mungkin juga bermanfaat menjadikan 4 tipologi manusia berdasarkan 'ilm dan 'arf sebagai bagian dr upaya 'diagnosa' atas diri sendiri dan yang ada di luar diri, demi setidaknya mendapatkan alamat ttg makhluk apa sebenarnya "sukses" itu dan bagaimana bentuknya serta apa motif dibalik definisi2 yg dibuat terkait "sukses":
1. Man ya'lam wa huwa ya'lam (orang yang tau, dan memang dia tau apa yg diketahuinya)
2. Man ya'lam wa huwa la ya'lam (orang yg tahu dan dia tak tau apa yg diketahuinya tsb)
3. Man la ya'lam wa huwa ya'lam (orang yg tidak tahu dan dia tahu ttg ketidaktahuannya)
4. Man la ya'lam wa huwa la ya'lam (orang tidak tahu dan dia tidak tahu akan ketidaktahuannya)
Pertanyaannya, kita masuk dalam kategori yg mana? dan apa hubungan itu semua dengan SUKSES?. saya sendiri nggak tau, karena saya ngantuk.. #Lohhh!?! :D
Demikian,
Salam lemper
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H