Ternyata tidak semua film diizinkan oleh negara, tentu terdapat regulasi yang menyeleseksi. Contoh di Indonesia adalah LSF atau (Lembaga Sensor Film) yang bertugas atau berfungsi sebagai peneliti dan penyeleksi apakah film yang diproduksi ini melanggar sesuai aturan yang berlaku atau tidak.
Lembaga Sensor Film (LSF) menjadi pembuka kunci dalam menentukan kelayakan tayang sebuah film yaitu mengenai isi materi sensor yang diantaranya;
Penilaian sisi keagamaan
Penilaian sisi ideologi dan politik
Penilaian sisi sosial budaya masyarakat
Penilaian sisi ketertiban umum (Vita, R. A., 2022: 50)
Lembaga Sensor Film (LSF) yang berwenang melakukan penyensoran terhadap film, dan reklame film yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukan, dan/atau ditayangkan kepada umum. Selanjutnya LSF meneliti, dan menilai tema, gambar, adegan, suara, dan teks, serta menilai layak tidaknya tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan dari suatu film dan reklame yang akan diedarkan, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan (Mulyani, D., 2008)
Biasanya film yang berisi tentang kekerasan, penggunaan obat-obatan terlarang, rasis terhadap golongan atau ras tertentu, agama, usia penonton dan pornografi dilarang tayang oleh Lembaga regulasi film di berbagai negara. (Vita, R. A., 2022: 51).
Memang sangat disayangkan, jika film yang diproduksi tidak boleh tayang atau menyalahi aturan regulasi di berbagai negara, seperti proses pembuatan yang memakan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit.
Tapi tentunya alasan film tersebut tidak diperbolehkan tayang ini merupakan bentuk keamanan dan kenyamanan penonton, yang memungkinkan  pembatalan tayang film ini adalah pilihan yang paling tepat.
Selain karena vulgar, deretan film yang terkena imbas gagal tayang juga biasanya karena mengandung konten sindiran, seperti komedi satir, atau penggambaran negatif dari negara tertentu.
Film "Zoolander" (2001)
film "Zoolander" bercerita tentang seorang supermodel yang bodoh dan telah dicuci otaknya untuk membunuh perdana menteri malaysia hanya untuk kepentingannya dalam dunia fashion.
Perdana menteri malaysia mengumumkan bahwa ia akan menaikan upah minimum dan melakukan penghapusan terhadap para pekerja anak. Hal tersebut akan merugikan bagi dunia fashion. Seorang desainer pakaian beranggapan bahwa kebijakan baru yang dibuat oleh perdana menteri tersebut akan memotong keuntunga dari industri fashion. Kemudian mugatu pun disuruh untuk membunuh perdana menteri tersebut dengan menggunakan jasa seorang agen cuci otak.
Beberapa plot dari Zoolander menggambarkan aksi untuk membunuh perdana menteri Malaysia di mana penggambaran tersebut cukup mengejutkan dan tidak berjalan dengan baik.
Dalam film tersebut, Malaysia juga digambarkan sebagai negara miskin. Tentunya hal ini tidak diterima oleh masyarakat Malaysia dan negara tetangga lainnya.
Badan Sensor Film Kementerian Dalam Negeri Malaysia atau Malaysian Home Affairs Ministry Film Censorship Board, mengatakan film tersebut sangat tidak cocok untuk penonton.
Di Iran sendiri, Zoolander dilarang tayang karena dianggap mendukung hak-hak gay.
Tayangan ini juga dianggap sebagai pencucian otak dan mendukung pembunuhan Perdana Menteri Malaysia. Sehingga negara tetangganya, Negara Singapura juga melarang tayangan ini.
Larangan Ini masuk dalam ketentuan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah tentang LSF Menurut Listianingtyas, M. Y. (2009) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Tentang (LSF)
Pasal 7
perlindungan terhadap masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari peredaran dan pertunjukan film dan iklan film yang tidak sesuai dengan dasar, arah, dan tujuan perfilman Indonesia
Pasal 29 bagian kedua penyensoran
Penyensoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi isi film dan iklan film dari segi:
 a. kekerasan, perjudian, dan narkotika;
 b. pornografi;
 c. suku, ras, kelompok, dan/atau golongan;
 d. agama;
 e. hukum;
 f. harkat dan martabat manusia;
 g. usia penonton film.
Pasal 30 bagian kedua kriteria penyensoran
(1) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a meliputi adegan visual, dialog, dan/atau monolog yang dapat mendorong penonton bersimpati pada pelaku yang melakukan kekerasan sadis terhadap manusia dan hewan.
(4) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b meliputi adegan visual, dialog, dan/atau monolog yang menampilkan nafsu seks secara vulgar dan berlebihan.
Daftar Pustaka
Listianingtyas, M. Y. (2009). INSTITUSI DAN PRAKTIK SENSOR FILM DI INDONESIA (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
MULYANI, D. (2008). KEWENANGAN LEMBAGA SENSOR FILM DALAM MELAKSANAKAN SELEKSI PENAYANGAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro).
Vita, R. A. (2022). Buku ajar filmologi kajian film. Yogyakarta: UNY Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H