Mohon tunggu...
Load Toon
Load Toon Mohon Tunggu... -

? ? ?

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPU ngaco gak karuan. Apakah materai menentukan sah-nya surat dukungan untuk calon kepala daerah dan wakilnya?

20 April 2016   06:18 Diperbarui: 20 April 2016   06:50 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah tahu kehebohan KPU yang ingin men-syarat-kan pe-meteraian di formulir dukungan untuk calon kepala daerah dan wakilnya via jalur independen dalam draft perubahan peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015?. Walaupun akhirnya KPU menjelaskan, pe-meteraian cukup di dokumen kolektif per desa. Sehingga biaya materai tidak membengkak sekitar Rp.3 milyaran (asumsi materai Rp.6rb) untuk dokumen dukungan cagub & cawagub DKI. Lebih bagus dana sebesar itu digunakan untuk hal hal yang lebih berguna, ketimbang buang buang duit dalam bentuk materai, yang akhirnya jadi sampah juga. Sebaiknya KPU lebih cerdas dalam membuat peraturan yang lebih efektif, efisien, dan berbiaya murah untuk pesta demokrasi ini. Jangan memaksa pihak lain (atau KPU/KPUD sendiri yang) menghamburkan biaya dan waktu yang tidak ada gunanya. Bahkan penggunaan materai ini sama sekali tidak ada gunanya/ manfaat nya, dan sebaiknya dihapus saja. Hal ini yang akan saya jelaskan di artikel ini.

Sebelum KPU semakin ngaco gak karuan, saya ingin memberikan informasi kepada KPU perihal materai ini, walaupun sebenarnya, seharusnya KPU punya staff/personel yang lebih ahli dari saya mengenai materai ini. Atau KPU punya maksud terselubung perihal materai ini, atau sudah ada titipan pesanan dari pihak pihak tertentu untuk mempersulit calon Independen cagub & cawagub DKI yang sedang hot saat ini?. Jika KPU tidak netral lagi dengan peraturan yang mengada ngada (sehingga mepet waktunya, atau mustahil untuk dipenuhi syaratnya dalam waktu yang mepet, misalnya hanya tersedia waktu 7 hari untuk lengkapi ulang data & tanda tangan kembali 600ribu dukungan. Sangat tidak mungkin kan?), maka peraturan KPU ini wajib digugat untuk dibatalkan.

Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang Undang No 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai: "Dengan nama Bea Materai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang Undang ini". Jadi fungsi materai ini hanya terbatas sebagai pembayaran pajak atas dokumen, tidak menentukan sah atau tidak sah nya suatu dokumen. Syarat sah nya suatu dokumen, dalam hal ini jika ditujukan pada formulir dukungan untuk calon kepala daerah dan wakilnya, secara sederhana, termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata, yg berdasarkan 1320 KUHPerdata:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak (anggaplah anda berjanji secara sepihak pada calon kepala daerah dan wakilnya. wkwkwkwkwkw.)
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Misalnya orang gila, belum dewasa, dianggap tidak cakap/mampu untuk melakukan perbuatan hukum. Jadi politikus yang asal ngomong gak juntrungan nya, saya sih anggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Kenapa? tuh yang bilang/janji mau terjun dari/ gantung diri di monas, yang mau jalan kaki dari jakarta ke jogja, yang mau potong kuping. Mereka menepati janji nya gak? Gak kan? Karena mereka asal ngomong seperti orang gila, jadi anggaplah mereka memang tidak bisa diminta pertanggung-jawaban-nya karena keaadaan mereka. (Harap maklum).
3. Adanya objek/hal yang diperjanjikan (anda berjanji mendukung calon kepala daerah dan wakilnya).
4. Sesuatu sebab yang halal, yaitu tidak melanggar hukum atau ketertiban masyarakat. Jadi omongan politikus yang mau loncat dari monas, potong kuping. Itu adalah taktik janji angin surga, karena mereka tahu itu melanggar hukum, yang otomatis mereka tidak perlu menepati janjinya, karena janji nya tidak sah (atau mungkin mereka lagi gila. wkwkwkwk).

Jadi, sudah jelas, materai bukan menentukan sah nya dokumen formulir dukungan untuk calon kepala daerah dan wakilnya.

 

Lha, KPU ngeyel, materai perlu untuk verifikasi data (sah nya data?). Lho, kan KPU yang nanti akan mem-verifikasi dengan menanyakan langsung kepada pihak yang menyatakan dukungan nya, untuk mengecek apakah benar si A telah membuat surat dukungan yang diberikan ke KPU, atau kah si A nantinya membantah tidak pernah memberikan dukungannya (misalnya dengan cerita bahwa copy ktp nya dicuri). Emangnya dengan ada nya materai, data nya sudah benar dan KPU tidak perlu lagi verifikasi? Nah, mubajir kan? uang yang di hamburkan untuk materai, yang ternyata tidak ada gunanya itu? (kecuali sumber pendapatan bagi negara).

Lha jadi apa fungsi nya materai itu? Nah, jika suatu saat, misalnya KPU menemukan bukti, misalnya (sangking canggih nya) si A memalsukan 2000 KTP dengan NIK yang dicuri dari data e-ktp, dan punya 2000 no telepon yang berbeda, yang ternyata adalah satu orang saja, dan KPU ingin menuntut si A ke pengadilan, maka dokumen dukunga tadi yang tanpa materai, tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan. Solusinya? di materai ulang saja di kantor pos setempat, sehingga bisa digunakan lagi sebagai alat bukti di pengadilan. Tapi emangnya KPU gak ada kerjaan lain? bukannya lebih gampang dan menggembirakan jika KPU langsung mengurangi surat dukungan, atau lebih sadis lagi, dengan membatalkan pendaftaran calon kepala daerah dan wakilnya  dengan alasan memalsukan dokumen dukungan?

Saran saya kepada KPU, lebih cerdaslah. Jangan mem-bodoh-in masyarakat dengan alasan yang ngawur dan bin ajajb (seperti politikus saja. Ngomong di tv saja tidak nenyakinkan). Buatlah peraturan yang masuk akal, yang memudahkan rakyat untuk mudah partisipasi dalam pesta demokrasi, serta tidak menghamburkan biaya yang tidak berguna.

Jadi, saya tetap menganggap ketentuan mengenai materai untuk dokumen dukungan calon kepala daerah dan wakilnya, lebih baik dihapus saja. Tidak ada gunanya, kecuali KPU memang punya tujuan dan maksud tersembunyi (mungkin titipan politik?), yang berarti KPU tidak netral lagi.

Yang saya heran kan juga, kenapa sih, sudah melampirkan fotokopy KTP, tetapi tetap harus mengisi ulang data yang sama persis dengan KTP di formulir dukungan. Bukankah hal ini mubazir dan menghamburkan kertas (yang bahan dasar nya dari pohon yang ditebang). Kenapa tidak cukup mengisi nomor NIK, dan data/keterangan yang tidak ada di KTP (misalnya no telepon, nama calon kepala daerah dan wakilnya), serta pernyataan dukungan dan tanda tangan? Sehingga satu kertas ukuran A4 misalnya bisa untuk dipakai 3 orang yang menyatakan dukungan. Sehingga memudahkan dalam penyimpanan maupun pengolahan data (karena volume kertas berkurang 66,6%, menghemat sumber daya alam). Toh, KPU bisa verifikasi beberapa sample NIK yang akan dicek untuk disesuaikan dengan copy KTP melalui kerjasama kementerian dalam negeri yang menyimpan data berdasarkan NIK. Atau jika malas, toh ada fotocooy KTP? Bingung aku jadinya....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun