Tukang becak tiba tiba doyan berbicara politik, pedagang sayur dipasar pasar rakyat, siswa siswa sekolah juga begitu, apalagi mahasiswa, eksekutif muda dan para pekerja mapan.
Politik benar benar telah merasuki segenap jiwa bangsa ini, bahkan mereka yang tidak ada hubungan langsung dengan tema pembicaraan politisi di pusat kekuasaan sana ikut ikutan sok sibuk, ribut menggadang calonnya, ribut mencari cara untuk menjatuhkan jagoan kawan kawannya.
Tetangga yang semua akur dan saling tegur sapa, tiba tiba menjadi seolah tidak kenal. Kawan kawan akrab yang rajin berakrab ria, saling tunjuk muka. Aura permusuhan dan perpecahan mencuat bersamaan dengan musil OMPOL ini, semua orang ng-omong politik, banyak orang tak sengaja mencari musuh dan berlomba lomba membuktikan kesaktian diri, ya kesaktian diri dalam berdebat dan mengajukan data data paling sahih, tentu menurutnya.
Sementara pihak lain yang merasa terpojok bukannya berdiam diri, jurus jurus mautpun tiba tiba hadir dan tercipta, untuk apa lagi selain melumpuhkan kesaktian lawannya, musuhnya yang tak lain adalah temannya sendiri.
Di musim ompol ini, dengan sangat mudah kita temukan orang orang yang dulunya diam, kalem dan periang tiba tiba menjadi reaktif, kata kata seperti Lanjutkan akan dibalas dengan Lebih cepat lebih baik, teriakan merdeka akan disambut dengan sorakan lanjutkan, begitulah seterusnya. Entahlah..
Ada juga sebuah fenomena unik, tak kan mudah menemukannya di meja kelas, apalagi saat ujian nasional. Pemilihan jagoan ternyata diputuskan terlebih dahulu daripada mengumpulkan daftar alasan mengapa kita harus memilih. Alasan alasan memilihpun sering muncul hanya sebagai upaya berkelit dari serangan pihak lain. Bahkan yang lebih menyedihkan, upaya mencari alasan alasan itu kerap kali terlupa hanya gara gara kita sibuk mencari kelemahan dan kekurangan jagoan lawan.
Betapa mudahnya kita terlarut dalam permainan dan tabuhan gendang orang yang tidak mengenal kita, bahkan hanya memikirkan nasib masyarakat marjinal disaat saat butuh coretan pulpen di atas kertas suara.
Janganlah karena kebencian kita kepada sebuah golongan, orang lain dan kelompok lain, membuat kita berlaku tidak adil terhadapnya. Tetaplah proporsional, tak perlu mencari musuh baru dan menampakkan kesaktian diri.
Terpublish dengan sempurna, hampir setahun lalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H