Mohon tunggu...
LK Siregar
LK Siregar Mohon Tunggu... Akuntan - Finance Enthusiast

Suami, Ayah dan Anak

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

KPR Sandwich

1 Juni 2024   08:59 Diperbarui: 1 Juni 2024   09:08 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.vecteezy.com/vector-art/3192614-sandwich-icon-design

Mendengar istilah sandwich sepertinya pikiran kita akan mengarah kepada sebuah makanan yang berlapis atau bertumpuk. Biasanya dalam bentuk tumpukan roti yang ditengahnya diisi dengan selada, cheese dan juga smoke-beef... hhmmm kok jadi pengen yaa...

Tapi dalam kesempatan ini saya tidak meneruskan terkait tumpukan roti tadi, tapi sandwich disini adalah sebuah analogi yang sering digunakan untuk generasi saat ini. Generasi sandwich sering di perbincangkan saat ini sebagai generasi yang penuh tekanan, seperti layaknya cheese dan smoked-beef tadi yang ditumpuk dari atas dan bawah oleh roti dan selada...

Generasi X yang saat ini secara kisaran ada di rentang usia  43 sampai early 50an dan Generasi Y yang sering disebut sebagai Milenials yang saat ini di rentang usia 30 sampai 40 an adalah yang digadang-gadang saat ini sebagai generasi sandwich. Kenapa yaa? yaa karena mereka biasanya selain sudah mulai berumah tangga dan memiliki tanggungan anak, diantara kebanyakan dari mereka masih tinggal bersama orang tua, sekaligus untuk menjaga dan merawatnya. Untuk generasi X mungkin sudah mulai masuk fase yang lebih berat pressure-nya yaitu menanggung biaya pendidikan anak yang kita tau semua saat ini hal tersebut tidaklah murah.

Sebagai orang tua, saya yakin sekali bahwa tidak ada keinginan untuk menjadi beban anak-anaknya di hari senjanya. Di sisi yang lain, anak-anak kita tentu berhak mendapatkan dukungan kualitas kehidupan dan pendidikan yang memadai.

Pada masanya nanti Generasi X dan Y akan masuk pada masa tidak menjadi produktif lagi, atau masa pensiun. Hasil kerja keras dan jerih payahnya dalam bentuk aset tetap, aset bergerak dan lainnya yang sebelumnya menjadi penunjang produktivitas, maka pada fase pensiun aset-aset tersebut akan menjadi beban, karena biaya pemeliharaan, pajak dan lain sebagainya.

Untuk menjaga pride para orang tua yang tidak mau merepotkan anak-anaknya, maka aset-aset milik mereka yang diperoleh dari hasil kerja kerasnya tersebut tentu harus dioptimalkan agar aset tersebut tetap "kerja" untuk mereka, gimana caranya?

Seperti narasi kami diawal paragraf, banyak diantara generasi X dan Y yang secara ekonomi sudah mulai bertahap menuju kemapanan dan masih tinggal bersama orang tua mereka dalam satu atap atau di rumah yang sama milik orang tuanya. Nah, dalam tahap ini lah hadir peran perbankan untuk menjadi solusi finansialnya.

Si anak yang sudah memiliki kemampuan finansial memadai yang masih tinggal di rumah orang tuanya, dan ingin agar aset orang tuanya tersebut perlu gantian "kerja" di masa dimana orang tuanya sudah tidak produktif lagi perlu mendapatkan dukungan dari perbankan. Maksudnya disini adalah si anak mengajukan KPR kepada Bank untuk pembelian rumah orang tuanya, dan penjualan (cash-in) yang diterima oleh orang tua tersebut di kelola oleh Bank agar tetap aman, lebih produktif dan bisa ditarik (diminish) secara bertahap untuk memastikan bahwa orang tuanya tetap memiliki kemapanan finansial di masa senjanya dan mampu menikmati "kerja" aset-aset hasil kerja kerasnya.

Pertanyaan selanjutnya adalah, gimana antisipasi gejolak suku bunga yang tentunya produk KPR perbankan akan terpapar risiko pasar tersebut? Bank Syariah menjadi jawabannya, dimana bank Syariah memiliki produk KPR yang menggunakan akad Murabahah (jual-beli). Dalam akad Murabahah telah disepakati harga jual rumah orang tua kepada anaknya, dan akan diangsur dengan jumlah angsuran tetap selama jangka waktu yang telah disepakati, misal 15 tahun atau lebih. 

Berikut ilustrasi transaksinya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun