Mohon tunggu...
Liza Nabila
Liza Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ujian Nasional Bangkit Lagi? Menteri Baru Siap Evaluasi Kebijakan Pendidikan

3 November 2024   19:37 Diperbarui: 3 November 2024   20:37 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: https://e-ujian.id)

Pada 20 Oktober 2024, Majelis Permusyawartan Rakyat (MPR) resmi melantik Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dibagi menjadi tiga kementerian. Ketiganya yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek), serta Kementerian Kebudayaan. Presiden Prabowo menunjuk tiga menteri baru untuk menggantikan  Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan.

Pergantian Menteri Pendidikan selalu membawa angin segar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Kebijakan-kebijkan baru pun kerap menjadi sorotan publik, terutama terkait dengan sistem penilaian peserta didik. Salah satu isu yang kembali mencuat adalah kemungkinan diadakannya kembali Ujian Nasional (UN).

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru, Prof. Dr. Abdul Mu'ti, telah menyatakan keinginannya untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pendidikan yang ada, termasuk mengenai UN. Hal ini tentu saja memicu berbagai spekulasi dan perdebatan di kalangan pendidik, siswa, orang tua, dan masyarakat luas.

Kebijakan yang sempat dihapus kini kembali menjadi sorotan publik, pro dan kontra pun bermunculan mengundang pertanyaan mendasar: Apakah UN benar-benar solusi bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia? Ataukah justru akan mengulang kembali permasalahan-permasalahan lama yang pernah ada?

Selama beberapa tahun terakhir, UN telah dihapus dan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter. Kebijakan ini dinilai lebih holistik karena tidak hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, tetapi juga kompetensi sosial dan karakter.

Namun, muncul berbagai pandangan terkait efektifitas AKM dan Survei Karakter. Beberapa pihak menilai bahwa sistem ini belum cukup mampu memberikan gambaran yang akurat tentang capaian pembelajaran siswa secara keseluruhan. Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa UN justru memberikan tekanan yang berlebihan pada siswa,  tidak sejalan dengan konsep pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mengahambat tumbuh kembang potensi mereka secara holistik.

Keputusan untuk kembali menerapkan UN tentu harus melalui proses evaluasi yang panjang dan melibatkan berbagai pihak. Pemerintah perlu mendengarkan masukan dari para ahli pendidikan, guru, siswa, orang tua, dan masyarakat luas. Selain itu, perlu dilakukan kajian mendalam mengenai dampak positif dan negatif dari penerapan UN.

Ujian Nasional bukan hanya sekadar soal ujian, tetapi juga menyangkut masa depan jutaan siswa di seluruh Indonesia. Tekanan yang ditimbulkan oleh UN seringkali berdampak buruk pada kesehatan mental siswa, mengurangi minat belajar, dan bahkan mendorong tindakan-tindakan yang tidak etis. Oleh karena itu, keputusan untuk kembali menerapkan UN harus mempertimbangkan dampak psikologis yang mungkin terjadi pada siswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun