Pandemi Covid-19 yang berawal dari China menyebar ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia. Pertengahan Maret, pemerintah resmi mengeluarkan imbauan bekerja dari rumah dan social distancing untuk menekan penyebaran virus Covid-19. Pandemi yang tengah melanda negeri ini, sangat sulit diprediksi. Pemerintah Indonesia belum pernah memiliki pengalaman menangani wabah dengan tingkat penularan tinggi semacam Covid-19 ini.
Seiring dengan merebaknya virus corona di Indonesia, ketersediaan masker menipis bahkan bisa dibilang menjadi barang langka yang dicari dimana-mana, tidak heran jika harganya pun menjadi mahal hingga kadang terkesan tidak masuk akal.
Kelangkaan ini bermula setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua warga negara Indonesia positif terjangkit virus corona yang juga disebut dengan Covid-19 pada awal bulan Maret, kemudian masker dan cairan pencuci tangan mengalami lonjakan harga yang tidak wajar dibandingkan dengan harga sebelumnya di pasaran, hal ini diduga keras akibat permainan harga oleh penimbun.
Pedagang dan distributor cenderung memanfaatkan keresahan masyarakat akibat virus corona, oleh karenanya ancaman tindakan tegas petugas kepolisian dilakukan untuk mengontrol ketersediaan kedua barang penting untuk menangkal ancaman virus tersebut. Di beberapa kasus, yang menjadi latar belakang pelaku yakni kebutuhan ekonomi dengan cara meningkatkan harga jual, indikasi penimbunan ialah menyimpan barang tersebut meski kebutuhan pasar melonjak.
Aksi menimbun masker mengakibatkan banyak pihak mengalami kerugian, dimana orang yang benar-benar membutuhkan masker akhirnya tak bisa mendapatkan salah satu bentuk perlindungan itu. Orang yang memerlukan masker itu di antaranya penderita infeksi saluran pernapasan, orang dengan imunitas rendah seperti penderita kanker dan HIV/AIDS, tenaga medis, dan orang yang merawat orang sakit.
"Pasien kanker atau pasien dengan imunitas menurun diharapkan untuk memakai masker karena rentan terjangkit penyakit lain," kata dokter spesialis paru Erlina Burhan dalam konferensi pers Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Kamis (5/3).
World Health Organization (WHO) menyatakan menimbun masker berdampak pada tenaga medis yang membutuhkan masker. Petugas kesehatan bergantung pada alat pelindung diri untuk melindungi diri mereka dan pasien agar tidak terinfeksi dan menulari orang lain.
"Tanpa pasokan yang aman, risiko bagi petugas kesehatan di seluruh dunia adalah nyata. Industri dan pemerintah harus bertindak cepat untuk meningkatkan pasokan, mempermudah pembatasan ekspor, dan memberlakukan langkah untuk menghentikan spekulasi dan penimbunan. Kami tidak bisa menghentikan penyebaran COVID-19 tanpa melindungi petugas kesehatan terlebih dahulu," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam pernyataan resmi WHO.Â
Penimbunan masker jelas merupakan kejahatan ekonomi, dimana aksi ini dapat membebani masyarakat, terlebih untuk strata ekonomi menengah ke bawah. Sehingga hal tersebut mendapat perhatian serius Kejaksaan Agung.
Maraknya kasus penimbunan masker yang terjadi ditengah wabah corona, polisi mengamankan pelaku terduga penimbun kemudian dijerat dengan Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.