Mohon tunggu...
Liza Irman
Liza Irman Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis, itu saja...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kekuatan ASI

17 Januari 2016   18:42 Diperbarui: 17 Januari 2016   18:42 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gak ada sedikitpun rasa khawatir membawa serta Nami, bayi saya usia 5 bulan, liburan ke Korea Selatan saat musim dingin seperti sekarang ini. Alasannya ada dua: Pertama, karena Nami memang gak tahan dengan cuaca panas & kedua, karena dia menyusui.

Nami lahir bulan Juli 2015, di Bali. Pulau Dewata suhu rata-rata 27ºC - 30ºC, dengan cuaca panas menyengat meski sudah masuk musim penghujan. Tapi seumur hidupnya, tubuh Nami seperti tidak bisa berkompromi dengan keadaan. Dia selalu kegerahan.

Di rumah, meski AC sudah distel dengan suhu 16ºC, tetap saja dia berkeringat. Alhasil, saya yang gak terlalu tahan dingin, selalu mematikan AC disela-sela tidur malam. Dan sewaktu Nami sadar suhu kamar sudah berubah, maka dia langsung rewel sehingga otomatis saya hidupkan kembali AC tersebut. Jadi bisa dibayangkan betapa "nyenyaknya" tidur saya dengan selingan mati-hidup AC di malam hari. Belum lagi ditambah dengan intermezzo menyusui. Karena itu, yang tergeletak di dekat kepala saat tertidur pulas bukan handphone seperti kebanyakan orang, melainkan remote AC.

Meski begitu saya tidak menyalakan AC sepanjang hari. Hanya pada saat tidur malam saja. Disamping tidak terlalu baik bagi kesehatan, biaya rekening listrik juga bisa melonjak tinggi. Untungnya, Nami tidak terlalu keberatan. Asalkan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, dia sudah cukup puas. Apalagi kalau di pagi hari bersantai di pantai di bawah pohon sambil mendengarkan kicauan burung, sebagaimana aktivitas rutin saya & anak-anak, wahhh...tidurnya pulas sekali sampai susah dibangunkan untuk menyusui.

Entah kenapa kebiasaannya ini berbeda dengan kakak & abang-abangnya. Asumsi saya, mungkin karena saat dilahirkan suhu ruangan yang begitu dingin itulah yang pertama kali diterima oleh tubuhnya. AC di kamar bersalin distel dengan suhu 16ºC oleh adik saya yang mengantar & menemani saya melahirkan. Dia memang tidak pernah tahan panas. Saya sendiri sudah mati rasa dengan suhu ruangan yang sangat dingin, akibat begitu dasyatnya rasa mulas saat kontraksi demi kontraksi berlangsung, melebihi saat melahirkan ketiga anak saya sebelumnya. Mungkin itu alasannya.

Di Korea Selatan, bulan Januari adalah bulan paling dingin diantara bulan-bulan lain dengan suhu mencapai -20ºC. Katanya orang Indonesia yang hidup dengan iklim panas, tidak terbiasa dengan suhu ekstrim nan beku ini. Apalagi buat anak-anak, bayi pulak. Komentar semacam, "mending Nami gak usah diajak, ditinggal aja di rumah." atau "kasihan Nami dibawa juga, apa gak takut sakit nanti?", beberapa kali sempat terucap oleh teman-teman saya yang tahu soal rencana kepergian ke Korea. Saya menimpali dengan, "Gak mungkin Nami ditinggal. ASI gue ini seadanya, ga sederas busui lain yang bisa stok ASI berbotol-botol sampai penuh satu kulkas. " dan menjawab dengan, "gak papa. Kalo Nami sakit, obatnya ada di dada gue.”

Ya, betul. Saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang percaya dengan kekuatan ASI. Sejauh ini, baru Nami yang benar-benar merasakan pengalaman IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan belum berkenalan dengan susu formula. Saat kelahiran anak pertama 11 tahun lalu, di tahun 2004 saya hanya tahu ASI Eksklusif & tidak pernah mendengar istilah IMD. Akses informasi belum semudah seperti sekarang ini. Sosial media seperti facebook, twitter, path atau instagram belum ada. Account yang dimiliki kebanyakan orang saat itu cuma friendster yang sekedar mengisi testimoni & tidak berfungsi untuk berdiskusi serta berbagi informasi.

Waktu itu saya melahirkan di Rumah Sakit (khusus) Bersalin yang tergolong mewah di Bali. Tapi, mewah belum tentu bagus kan? Saat memutuskan untuk bersalin di sana & mendaftar di awal persalinan, saya menerima formulir pendaftaran dimana di kolom permintaan khusus saya tuliskan: Melahirkan normal & ASI Eksklusif. Pada saat melahirkan, saya mengalami pendarahan hebat. Itu terjadi karena saya sudah tidak tahan menahan mulas & langsung mengejan meski belum waktunya dimana bukaan juga belum sempurna. Alhasil, setelah mengalami jahitan demi jahitan karena banyaknya pembuluh darah yang pecah, hampir seharian saya baru bisa bertemu dengan anak saya.

Anak saya yang tinggal di ruang bayi beserta bayi-bayi lainnya, akan dibawa ke kamar kalau saya hendak menyusui. Sesekali, saya yang datang ke ruang bayi. Memang tidak praktis. Saat itu saya juga belum tahu kalau bayi seharusnya berada dalam satu kamar bersama ibunya. Pulangnya, saya dibekali sekaleng susu formula mahal. Saya yang saat itu pengetahuan ASI Eksklusifnya hanya sekedar di permukaan, bertanya dengan heran pada suster, "loh Sus, kok saya dikasih susu kaleng ya? Saya kan maunya ASI Eksklusif." "Iya, Bu. Waktu itu kan Ibu pendarahan, sementara anak Ibu sudah kehausan. Jadi ya dikasih susu formula dulu. Susunya dicampur ASI juga gpp kok, Bu. Lebih sehat malah." Jawabnya dengan tidak sabaran karena ibu lain sudah menunggu untuk membawa bayinya pulang.

Andaikan saat itu saya tahu bahwa meski sambil dijahit karena pendarahan, IMD tetap dapat berlangsung. Andaikan saat itu saya tahu bahwa ASI yang dicampur dengan susu formula malah tidak dianjurkan. Andaikan saat itu saya tahu bahwa saya bisa menuntut Rumah Sakit apabila memberikan sufor pada bayi tanpa ijin & sepengetahuan saya. Andaikan saya tahu.

Tapi saat itu saya tidak tahu dan saya pulang ke rumah membawa prasangka buruk, rasa heran & pertanyaan yang tidak terjawabkan. Susu bubuk yang tinggal setengah kaleng itu tergeletak begitu saja di meja dapur. Meski sudah terkontaminasi dengan sufor, tapi saya melanjutkan hanya memberi ASI saja sampai umurnya 4,5 tahun, sampai kemudian mempersiapkan kehamilan berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun