Mohon tunggu...
Liza Irman
Liza Irman Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis, itu saja...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kekuatan ASI

17 Januari 2016   18:42 Diperbarui: 17 Januari 2016   18:42 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu kehamilan anak selanjutnya, pengetahuan saya mengenai ASI Eksklusif & pentingnya bayi sekamar dengan ibu, sudah semakin baik. Meski pengetahuan soal IMD masih sangat cetek: sebatas bayi yang dilahirkan langsung ditaruh di dada ibunya. Di kolom permintaan khusus, saya menambahkan tulisan saya: Melahirkan normal, ASI Eksklusif, bayi sekamar dengan ibu & IMD.

Ya, meski merasa telah dikecewakan, saya tidak mencari Rumah Sakit Bersalin lain, karena toh sama saja. Kondisinya juga tidak lebih baik dari Rumah Sakit Bersalin tempat anak pertama saya dilahirkan. Beberapa teman yang melahirkan di beberapa Rumah Sakit Bersalin berbeda, melahirkan secara caesar meski mereka ingin sekali melahirkan normal. Saya banyak mendengar Dokter Kandungan yang malas mendampingi ibu-ibu untuk melahirkan normal & sering menyarankan melahirkan caesar. Disamping lebih gampang, penghasilannya juga lebih banyak.

Memang sih, tidak semua Dokter kandungan seperti itu. Tapi tetap saja, menurut saya krisis kepercayaan yang membuat gelisah para ibu hamil, akan mempengaruhi bayi dalam kandungan & proses kelahirannya kelak. Karena itu saya tetap memilih Rumah Sakit Bersalin tempat anak pertama saya dilahirkan. Rumah Sakit Bersalin lainnya kondisinya tidak lebih baik dan paling tidak, Rumah Sakit ini mendukung kelahiran normal. Begitu juga Dokter Kandungan saya. Keputusan itu saya ambil saat mengetahui ternyata saya hamil kembar. Dimasa sekarang, kelahiran anak kembar biasanya melewati proses persalinan caesar. Sementara, fokus saya adalah melahirkan normal. Bukan, bukan karena saya anti pada kelahiran caesar. Kalaupun nantinya dikemudian hari timbul masalah yang mengharuskan saya menjalani operasi caesar, pasti saya akan memilih caesar untuk menyelamatkan anak saya. Tapi paling tidak, caesar bukan pilihan pertama. Karena saya pribadi sangat takut dengan kelahiran caesar akibat tidak tahan sakit.

Di usia belasan, saya pernah mengalami operasi usus buntu. Sayatannya tidak begitu panjang, tapi pasca operasi rasa perih & ngilu masih sangat terasa sampai beberapa bulan berikutnya. Rasa sakit semakin parah saat menyetir mobil & menekan kopling. Apalagi kalau melewati "polisi tidur" & jalan berlubang, nyut-nyutan sampai ke kepala. Kalau operasi caesar, sayatannya pasti lebih panjang. Dan saya bayangkan rasa sakitnya pasti lebih besar & lebih lama. Duh...enggak deh, atutttt :p

Tapi (lagi-lagi), sayang sekali pengetahuan saya mengenai IMD tidak begitu mendalam. IMD pada bayi kembar saya hanya sekedarnya. Setelah bayi dilahirkan, Dokter meletakkan pada dada saya sekitar beberapa menit. Lalu diambil untuk dibersihkan, ditimbang & tetek bengek lainnya. Lalu saya sudah harus mengejan untuk bayi berikutnya dengan proses yang sama. Saya tidak pernah tahu, bahwa IMD artinya, begitu bayi dilahirkan & diletakkan di atas perut ibu, selanjutnya dia akan berjuang menggerakkan tubuhnya sedemikian rupa untuk mencari puting susu ibu & menyusui untuk pertama kalinya. Bisa dibilang, saya gagal IMD. Ditambah lagi saat usia mereka 4 bulan, saya mengalami baby blues parah yang membuat kami sekeluarga sempat pindah ke Jakarta (yang kemudian beberapa tahun berikutnya kembali ke Bali), agar dekat dengan keluarga. Sehingga selama beberapa hari, saat saya tidak sadarkan diri, mereka terpaksa minum susu formula. Bisa dibilang (lagi-lagi) saya gagal memberikan ASI Eksklusif pada kedua anak kembar saya.

Pada saat kehamilan berikutnya, pengetahuan saya seputar IMD sudah semakin baik. Kali ini, saya memilih melahirkan di Rumah Bersalin yang cukup terkenal dengan gentle birthnya. Begitu Nami dilahirkan, dengan lembut Bidan meletakkan Nami di atas perut saya & dia merayap dengan sekuat tenaga menggapai puting & akhirnya menyusui dengan lahap. Proses IMD saat itu sekitar 1 jam. Bidan menunggui saya dengan sabar & tidak buru-buru menggunting tali pusar & memandikannya. Apapun yang ingin dia lakukan terhadap Nami, pasti ditanyakan pada saya terlebih dahulu. Proses pengeluaran ari-ari dilakukan sambil Nami berada di atas dada, bahkan dibantu oleh kakinya yang menendang-nendang perut saya. Pengguntingan tali pusar dilakukan beberapa jam berikutnya yang diikuti dengan timbang-ukur badan, dll dan keesokan harinya Nami baru dimandikan. Yang jelas sejauh ini saya sangat puas.

Untuk ketiga kalinya saya melahirkan normal. Tapi kali ini IMD berjalan lancar & sukses. Nami tentu saja selalu bersama saya & bonusnya saya hanya membayar 1 juta rupiah saja. Biaya yang teramat sangat murah dengan pelayanan yang sangat memuaskan, jika dibandingkan biaya persalinan anak pertama & kedua-ketiga yang menghabiskan dana berjuta-juta di Rumah Sakit (khusus) Bersalin yang mewah itu.

Berikutnya, saya pikir proses menyusui akan semudah anak pertama, kedua & ketiga. Apalagi proses IMD berjalan lancar. Tentu saja saya begitu percaya diri. Tapi tidak diduga, hari berikutnya Nami susah menyusui. Payudara saya bengkak & badan Nami hangat. Sulit sekali membujuknya menyusui. Proses menyusui yang tersendat-sendat, ditambah dengan keadaan rumah yang berantakan karena tidak adanya Asisten Rumah Tangga yang (seharusnya) bisa membantu saya mengerjakan pekerjaan rumah & membantu mengurus anak-anak, juga suami yang sering keluar kota, membuat saya semakin stress & depresi berat. Tapi saya percaya, saat keinginan seseorang begitu kuat alam semesta akan membantu.

Waktu itulah saya menghubungi seorang teman anggota AIMI Bali. Dia banyak memberikan tips, saran & masukan sekaligus menampung keluhan & jeritan hati saat saya merasa ASI tidak cukup. Dia juga merekomendasikan DSA yang juga seorang konsultan laktasi yang hebat. Setelah menemui Dokter tersebut, kepala yang tadinya berat & dunia yang tadinya gelap, cerah kembali. Masalah saya ada pada pelekatan yang tidak sempurna. Itu saja. Dan segala penat hilang seketika sewaktu melihat berat badan Nami naik sampai 1,5 kg di bulan pertama.

Saat ini Nami sudah tidak bermasalah lagi dalam menyusui. Pernah suatu hari badannya panas sekali. Suhu badannya naik sampai 39,5ºC. Meski was-was, tetapi saya memilih tidak memberikannya parasetamol. Saya percaya dengan ASI. Setelah sehari semalam saya fokus menyusui terus-menerus, besoknya suhu tubuh Nami kembali stabil. Terbukti, ASI adalah obat yang paling manjur untuknya.

ASI memang tidak diragukan lagi khasiatnya. Saya pribadi percaya, ASI memang makanan, minuman sekaligus obat untuk bayi. Selain itu ASI gratis & praktis. Gak perlu ribet-ribet nyuci botol & sedia air panas. Bisa dikasih kapan saja & dimana saja. Setiap kali dia lapar & haus, saya tinggal buka kaus & menyusui. Semudah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun