Mohon tunggu...
Muhammad Liyandikhan
Muhammad Liyandikhan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

saya seorang Mahasiswa aktif di universitas bakrie

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masyarakat Sipil dan Ruang Publik, Tantangan dan Harapan bagi Komunitas LGBTQ di Indonesia

7 November 2024   18:01 Diperbarui: 7 November 2024   18:12 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari data yang saya kumpulkan 8 dari 10 opini masyarakat Indonesia menolak penuh ada nya kaum Lgbtq , mereka beranggapan bahwasannya para LGBTQ  tidak layak untuk hidup karna diangap melanggar norma sosial yang ada, faktor agama juga menjadi salah satu pendorong yang mempengaruhi penolakan terhadap kaum LGBTQ.

Mereka mengatakan bahwasannya diskriminasi yang terjadi hanya kepada mereka yang terlihat mencolok, terang terangan minta diakui dan mereka yang merasa mereka memiliki hak yang sama seperti orang "normal", kadang mereka lupa tentang di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung".

 Namun tidak sedikit juga dari mereka yang beranggapan bahwasan nya LGBTQ di Indonesia harus dihormati sebagai bagian dari keberagaman. Mereka tidak setuju dengan adanya kebencian yang terus menerus terjadi pada mereka karena pada dasarnya Setiap orang berhak hidup sesuai dengan identitasnya tanpa diskriminasi dan mereka berhak mendapat kesetaraan layaknya orang normal.

Di satu sisi, ada rasa bangga pada mereka akan identitas dan keinginan untuk hidup dengan autentik, seperti halnya orang lain. Namun, di sisi lain, ada juga tantangan yang dihadapi, seperti rasa cemas atau khawatir terhadap stigma, penilaian masyarakat, dan mungkin diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pekerjaan, pendidikan, dan hubungan sosial.

LGBTQ berkaitan dengan perjuangan untuk hak asasi manusia, terutama hak setiap orang untuk mencintai siapa pun tanpa takut dihina atau didiskriminasi. Mereka sudah ada dan hidup jauh sebelum woke agenda menjadi sebuah trend di social media, mereka membaur dan menyatu dengan masyarat, mereka sadar kalau mereka tidak bisa diterima dengan mudah, oleh sebab itu mereka memilih membaur dan tidak melakukan gerakan atau campaign seperti woke agenda.

Ternyata bukan hanya itu seiring berjalannya waktu tidak sedikit juga masyarakat yang mulai terbuka akan keberadaan LGBTQ yang ada di Indonesia, banyak sekali simpati dan respon positif yang saya dapatkan dari masyarakat terhadap pembentukan moral mereka, tidak sedikit dari mereka yang selalu menasehati dan merangkul mereka serta memberikan rasa aman pada ruang publik, tidak sedikit juga dari mereka yang mengatakan jika mereka memiliki saudara atau kerabat yang merupakan bagian dari komunitas LGBTQ, perasaan utama yang muncul adalah kasih sayang dan keinginan untuk mendorong mereka sepenuhnya pada perubahan. 

Sebagai anggota keluarga atau kerabat, penting bagi mereka untuk memberikan dukungan dan rasa aman, karena setiap orang berhak merasa diterima apa adanya, terutama dari orang-orang terdekat mereka.

Selain itu, kurangnya dukungan finansial dan sumber daya juga menjadi hambatan bagi banyak organisasi masyarakat sipil. Namun, ada juga peluang besar yang dapat dimanfaatkan. Misalnya, peningkatan akses internet dan media sosial telah membuka ruang baru bagi komunitas LGBTQ untuk berpartisipasi dalam diskusi publik dan mengorganisir gerakan sosial. 

Salah satu contoh nyata dari peran masyarakat sipil dan ruang publik dalam memperjuangkan hak-hak LGBTQ adalah penggunaan media sosial oleh komunitas gay di Indonesia. Media sosial telah menjadi alat yang efektif untuk meruntuhkan stigma dan batasan yang ada. Komunitas LGBTQ menggunakan platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, dan mengorganisir kampanye advokasi[1]. 

Misalnya, kampanye #LoveIsLove yang viral di media sosial berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hak-hak LGBTQ dan menggalang dukungan luas dari berbagai kalangan. 

Masyarakat sipil dan ruang publik adalah pilar penting dalam memperjuangkan hak-hak LGBTQ di Indonesia. Keduanya berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap kekuasaan pemerintah dan sebagai arena untuk partisipasi warga negara. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, peran masyarakat sipil dan ruang publik tetap krusial dalam mendorong perubahan sosial dan memperkuat demokrasi. Dengan dukungan yang tepat dan pemanfaatan teknologi digital, masyarakat sipil dan ruang publik dapat terus berkembang dan berkontribusi secara signifikan terhadap perlindungan hak-hak LGBTQ di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun