Memaafkan tidak hanya sekadar menerima kata "maaf" dari seseorang, melainkan bersedia menghapuskan rasa sakit di hati. Sakit hati yang terus berlanjut hingga menjadi dendam hanya menambah penyakit. Jadi, untuk apa menyimpan sesuatu yang merusak kebahagiaan diri sendiri?
Iya, memang berat untuk mampu memaafkan apalagi jika seseorang itu sama sekali tidak merasa bersalah. Namun, satu hal yang aku tahu jika diri ini juga tidak luput dari kesalahan. Sadar atau tidak, menyakiti orang lain sangat mungkin dilakukan. Jadi, tidak perlu memposisikan diri sebagai seseorang yang selalu tersakiti. Bagaimana kita bisa mendapatkan maaf jika belum mampu untuk memaafkan.Â
Kecewa, marah, dan sedih adalah perasaan umum dan wajar dalam proses memaafkan. Perasaan-perasaan itu akan terganti oleh kebahagiaan setelah menemui keberhasilan dalam memaafkan. Bagi saya, memaafkan itu lebih baik dilakukan terlebih dahulu sebelum terucap kata maaf itu sendiri. Mencoba memaafkan sebelum matahari terbenam.Â
Memaafkan membawa kelegaan dan kedamaian serta pengaplikasian cinta terhadap sesama. Seburuk apapun seseorang yang dicintai di mata orang lain, bukankah akan tetap indah dalam sudut pandang diri. Jadi, mengapa tidak menjadikan cinta sebagai upaya untuk memaafkan. Cinta tidak selalu diartikan sebagai romansa antar lawan jenis, kepada sesama makhluk hidup pun cinta bisa turut terasa dalam berbagai hubungan. Cinta membutuhkan pengorbanan, begitu pula memaafkan yang meminta untuk menurunkan ego.Â
Sebuah pertanyaan:
Apakah setelah memaafkan mampu untuk melupakan?Â
Untuk benar-benar melupakan kejadian yang menyakitkan cukup sulit karena pada dasarnya ada ingatan yang terbentuk. Melupakan kejadian akan mungkin terjadi jika diri mengalami amnesia atau lupa ingatan. Terlebih lagi, ada kecenderungan lebih mudah mengingat kesalahan orang lain dibanding kesalahan diri sendiri.Â
Dalam pandangan saya, kata "melupakan" lebih mengarah kepada melepaskan rasa sakit yang dialami. Ketika kembali teringat pada hal yang telah terjadi tidak lagi menimbulkan rasa sakit di hati karena sudah dilepaskan melalui proses memaafkan. Kejadian yang awalnya sangat menyakitkan menjadi kejadian yang biasa saja dan terlewati.
Sebuah cerita ketika saya berada di sekolah dasar, saya mendapati tuduhan mendorong seorang teman perempuan ke arah laki-laki di depannya. Saat itu, saya tidak melakukan apapun dan hanya berdiri di dekat mereka. Tuduhan yang tidak berdasar itu membuat saya sakit hati dan berakhir menangis. Saya tidak mendorong dan hanya tersenyum di kala itu, namun membuat laki-laki itu marah kepada saya.Â
Laki-laki itu merupakan teman yang cukup dekat, kami cukup sering bermain bersama. Lantas, mengapa memarahi saya padahal semua itu bukan perbuatan saya. Tetapi semuanya telah berakhir, dia juga telah meminta maaf pada saya. Mengingat kejadian ini tidak lagi membuatku sakit hati yang merupakan arti dari melupakan versi saya.Â