Akhir-akhir ini para warga di sekitaran Gunung Lawu tengah digegerkan dengan fenomena kebakaran hutan di beberapa titik. Kebakaran menjalar dari  Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, ke Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Menurut informasi yang saya dapat dari laman awal mula percikan api diketahui diwilayah Kabupaten Ngawi pada hari Rabu, 27 September 2023 pukul 23.40 WIB. Satelit mendeteksi kemunculan asap hitam yang mbumbung di sekitaran sisi timur laut Gunung Lawu.
Insiden Kebakaran di Gunung Lawu yang terjadi pada saat ini, telah menimbulkan berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang muncul yaitu terdampaknya usaha lokal milik Mbok Yem.
Siapa yang tidak mengenal Mbok Yem?
Ibu Wagiyem atau biasa disapa Mbok Yem merupakan pemilik warung legendaris di Gunung Lawu. Warung legendaris Mbok Yem berada di ketinggian 3.150 MDPL.Warung Mbok Yem dibangun sejak tahun 1980an. Dengan letaknya yang begitu jauh di lereng gunung, Mbok Yem hanya turun sekali selama setahun disaat hari Raya.
 Hal tersebut terpatahkan dengan adanya tragedi kebakaran di Gunung Lawu. Mbok Yem  harus meninggalkan tempat Ia berjualan. Mbok Yem sempat menolak. Alasan Mbok Yem menolak untuk turun yaitu Ia mengkhawatirkan hewan peliharaan beserta warungnya yang selama ini Ia jaga. Ia memiliki keyakinan bahwa kebakaran di Gunung Lawu dapat segera dipadamkan.
Sejumlah relawan telah digalakkan dalam upaya pemadaman. Berbagai upaya digalakkan agar kobaran api berkurang dan berhenti meyebar. Mulai dari pemadaman secara manual di lapangan hingga pemadaman secara water bombing dengan menggunakan helikopter.
Pemadaman secara manual dilakukan oleh para relawan dengan cara memukul-mukul kobaran api hingga padam. Terkesan sangat tidak efektif dan kurang efisien. Namun, dengan keterbatasan akses air dan jalanan yang terjal mau tidak mau para relawan harus memadamkan dengan manual. Tidak hanya itu, pemerintah juga menggalakan pemadaman dengan bantuan helikopter. Pemadaman dengan metode ini sangat berpengaruh dan mengurangi kobaran api. Menurut saya, metode ini  masih kurang efektif dalam aspek waktu. Karena untuk mengambil air perlu bolak-balik ke sumber air yang lumayan lama dan jauh. Akan tetapi, apabila metode pemadaman tersebut diberlakukan dengan intens dan konstan akan dimungkinkan api akan cepat padam dan penjalaran akan berhenti.
Kenyataanya, kondisi cuaca sangat panas serta tidak ada hujan. Sudah pasti hal ini membuat kobaran api cepat menjalar dan sulit dipadamkan. Ditambah cuaca panas menyebabkan daun, ranting, rumput kering apabila terjadi gesekan maupun terkena percikan api akan sangat dengan mudah terbakar. Kebakaran memuncak pada tanggal 1 Oktober 2023. Di kabarkan api mulai memasuki area pendakian. Hampir berbagai jalur pendakian ditutup.
Meskipun jalaran api tidak sampai ke Warung Mbok Yem namun guna antisipasi tanggap darurat akan bencana, Mbok Yem harus tetap menutup warung miliknya dan harus segera turun dari area gunung. Selain mempertimbangkan keselamatan akan dirinya, toh tidak ada juga yang datang mendaki. Sebab ditutupnya jalur pendakian, sudah pasti tidak ada pembeli yang akan datang ke warungnya. Lebih baik jika Mbok Yem turun mengikuti himbauan yang diberikan dan mau dievakuasi.
Peristiwa kebakaran di Gunung Lawu secara tidak langsung telah mengetuk hati kita. Bagaiman tidak? Jika peristiwa kebakaran tersebut tidak timbul, apa mungkin berbagai orang atau kelompok yang entah dari mana saja terjun ke Gunung Lawu untuk melakukan investigasi hingga penanggulangan terkait bencana alam. Dan mungkin jikapun berbagai orang atau kelompok tersebut berdatangan itu hanya untuk keperluan mendaki, refreshing untuk diri mereka sendiri.
Sebagai bagian masyarakat, Â kita harus peduli terhadap lingkungan sekitar, baik itu berkaitan dengan pelestarian hingga di titik perbaikan pasca bencana. Rasa peduli terhadap lingkungan mestinya selalu ada setiap saat, tidak hanya ketika tertimpa bencana dan musibah baru tergerak untuk peduli.