Kenaikan Pajak Penambahan Nilai atau PPN sebesar 12 persen kembali diperbincangkan publik menjelang diberlakukan pada 1 Januari 2025. PPN merupakan salah satu pajak yang wajib dibayarkan saat melakukan transaksi jual beli yang termasuk dalam objek BKP (Barang Kena Pajak) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan, bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak diambil oleh pemerintah tanpa alasan. Berikut sejumlah alasan di balik langkah pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN sebesar 12 persen pada 2025.
1. Meningkatkan Pendapatan Negara
Kenaikan PPN merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendanai berbagai program pembangunan, terutama di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan pendapatan pajak yang lebih besar, pemerintah memiliki lebih banyak sumber daya untuk mendukung pembangunan nasional.
2. Mengurangi Ketergantungan pada Utang
Peningkatan pendapatan dari PPN membantu mengurangi ketergantungan pemerintah pada utang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, untuk menutup defisit anggaran.
3. Reformasi Sistem Perpajakan
Kenaikan PPN adalah bagian dari reformasi perpajakan yang lebih luas. Tujuannya adalah menciptakan sistem pajak yang lebih adil, sederhana, dan efisien, serta memperluas basis pajak dengan melibatkan lebih banyak sektor ekonomi.
4. Menyesuaikan dengan Standar Internasional
Tarif PPN sebesar 12% lebih mendekati rata-rata tarif PPN di negara-negara lain. Hal ini bertujuan untuk membuat Indonesia lebih kompetitif secara regional dan global, serta mencerminkan kebutuhan fiskal yang seimbang.
5. Peningkatan Pengeluaran Pemerintah
Selama pandemi COVID-19, pemerintah meningkatkan pengeluaran untuk penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi. Kenaikan tarif PPN menjadi salah satu strategi untuk menyeimbangkan kembali anggaran negara.
6. Efisiensi dalam Kebijakan Subsidi
Dengan kenaikan PPN, pemerintah juga dapat mengarahkan subsidi dan bantuan langsung kepada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan, alih-alih memberikan subsidi harga yang bersifat menyeluruh.
Namun, kenaikan ini sering kali memunculkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap daya beli masyarakat, terutama bagi golongan berpendapatan rendah. Untuk itu, pemerintah biasanya mengimbanginya dengan kebijakan kompensasi, seperti pemberian bantuan sosial dan pengecualian PPN untuk barang kebutuhan pokok tertentu.
Beberapa dampak negatif dari kenaikan PPN ini:
- Penurunan daya beli masyarakat
Tarif PPN yang lebih tinggi meningkatkan harga barang dan jasa, terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini bisa mengurangi daya beli masyarakat, terutama golongan berpendapatan rendah. - Beban pada Kelompok Rentan
Golongan masyarakat miskin dan menengah ke bawah lebih merasakan dampak kenaikan harga, karena sebagian besar pengeluaran mereka digunakan untuk barang kebutuhan pokok. - Peningkatan Biaya Produksi untuk Bisnis
Produk lokal bisa menjadi kurang kompetitif dibandingkan produk impor jika harga menjadi terlalu tinggi.