Tokoh "Aku" adalah sosok perempuan yang setia dan sabar. Ia tahu bahwa laki-laki yang dicintainya tidak memiliki perasaan kepadanya dan memiliki kekasih, tetapi tokoh "Aku" tetap bersikeras mencintai laki-laki tersebut, bahkan berkeinginan untuk mengirimkan senja yang indah kepada laki-laki tersebut. Sedangkan tokoh "Saya", adalah seorang laki-laki tipikal penurut pada perempuan, dilihat dari gambaran saat awalnya laki-laki itu menolak tawaran tokoh "Aku" yang menawarkan sepotong senja, namun kemudian akhirnya mengiyakan, karena kekasihnya yang merajuk minta dibelikan sepotong senja. Dan tokoh "Perempuan" yang menjadi kekasih tokoh "Saya" tidak terlalu digambarkan bagaimana sifatnya dalam cerpen Perkara Mengirim Senja.
Untuk pelataran, baik latar tempat maupun latar waktu termasuk ke dalam latar umum. Latar tempat yang muncul, yaitu pantai, ruang tempat tokoh "Saya" dan kekasihnya sedang bermesraan, dan rumah "Saya" tempat di mana paket senja dikirimkan. Dan latar waktu yang muncul, hanya sekadar latar umum.
Cerpen ini memiliki alur maju, dimulai dari tahap pengenalan yang menceritakan tokoh "Aku" yang melihat senja dan teringat pada suatu cerita berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma. Tokoh "Aku" melakukan hal yang sama, yaitu memotong senja. Tapi, dia tidak tahu siapa yang akan dia berikan senja tersebut. Selanjutnya tahap pemunculan konflik, saat tokoh "Saya" mendapat tawaran dari seorang perempuan yang menawarkan senja. Laki-laki itu setuju untuk membeli senja tersebut atas permintaan kekasihnya. Tahap peningkatan konflik dan klimaks menjadi satu, saat ternyata si penjual senja adalah tokoh "Aku" yang sudah lama menyukai si laki-laki tersebut dan berniat memberikan senja tersebut secara langsung. Terakhir, tahap penyelesaian, yaitu saat tokoh "Saya" atau si laki-laki yang disukai tokoh "Aku" menerima paket berisi senja di pintu rumahnya. Di senja itu, dia melihat si penjual senja dan kekasihnya sedang menangis sambil berpelukan.
Gaya bahasa cerpen Perkara Mengirim Senja juga termasuk ke dalam gaya bahasa sederhana yang membuat pembaca mudah dalam memahami isi cerita. Selanjutnya, cerpen ini menggunakan sudut pandang orang pertama. Namun, sudut pandang pertama ini ada di dua tokoh, yaitu tokoh utama "Aku" dan tokoh tambahan "Saya". Cerpen Perkara Mengirim Senja memiliki nilai moral, bahwa cinta memang tidak harus memiliki. Ada saat di mana kita baik-baik saja saat mencintai orang dan akan melakukan sesuatu untuk orang tersebut, walaupun orang itu bahkan tidak memikirkan kita sama sekali.
IntertekstualitasÂ
Karya sastra berjudul Sepotong Senja untuk Pacarku adalah cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang pertama kali diterbitkan di Harian Kompas pada tahun 1991, yang diterbitkan kembali di Pelajaran Mengarang (Cerpen Pilihan Kompas 1993). Sedangkan cerpen Perkara Mengirim Senja adalah sebuah cerpen karya Jia Effendie yang termasuk ke dalam kumpulan cerpen persembahan untuk Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan pada tahun 2012 dengan judul yang sama. Berikut adalah persamaan dan perbedaan kedua cerpen yang menunjukkan bahwa cerpen Perkara Mengirim Senja adalah karya epigon dari cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku.
Dimulai dari kedua judul cerita yang sama-sama menggunakan kata "senja" yang juga menjadi objek utama dalam tema. Memang, Seno Gumira dalam salah satu wawancaranya mengatakan bahwa dia lebih senang menulis cerita tentang "senja" atau "cinta", ketimbang tentang konflik sosial. Sehingga dapat terlihat dari karya-karya Seno Gumira yang banyak menjadikan "senja" sebagai objek. Kemudian, beralih ke tema cerita. Kedua cerpen ini sama-sama menceritakan tentang seseorang yang ingin memperlihatkan rasa cintanya kepada orang lain dengan melakukan sesuatu. Dalam kedua cerita, perkenalan sama-sama diawali dengan tokoh utama yang sedang berada di pantai dan terpana saat melihat senja yang sangat indah.
"Sore itu aku duduk seorang diri di tepi pantai, memandang dunia yang terdiri dari waktu. Memandang bagaimana ruang dan waktu bersekutu, menjelmakan alam itu untuk mataku. Di tepi pantai, di tepi bumi, semesta adalah sapuan warna keemasan dan lautan adalah cairan logam meski buih pada debur ombak yang menghempas itu tetap saja ungu dan angin tetap saja lembab dan basah dan pasir tetap saja hangat ketika kususupkan kakiku ke dalamnya." (Sepotong Senja Untuk Pacarku, h. 6 -- 7).
"Ketika aku tiba di pesisir ini, senja baru saja melangkah. Aku dan senja saling menatap, saling menyapa. Betapa ayu senja kala itu....." (Perkara Mengirim Senja, h. 12 -- 13).
Setelah itu, kedua tokoh utama dalam cerpen memiliki niat untuk memotong senja. Perbedaannya yaitu, dalam cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku, gagasan memotong senja adalah gagasan murni yang diciptakan oleh Seno Gumira, sedangkan dalam cerpen Perkara Mengirim Senja, ide memotong senja bukanlah hasil gagasan murni Jia Effendie, melainkan mengambil ide dari cerpen Seno Gumira. Hal ini terlihat dari gambaran tokoh utama pada Perkara Mengirim Senja yang membandingkan antara senja yang dilihatnya dengan senja yang ada dalam cerpen Seno Gumira.
"Tentunya, ini bukanlah sepotong senja yang dimasukkan ke dalam amplop untuk seorang pacar bernama Alina...................................Langit pun tak sepenuhnya berwarna keemasan seperti senja milik Sukab, tapi nila. Tak ada burung atau perahu seperti senja yang dikirimkan Sukab pada Alina." (Perkara Mengirim Senja, h. 13).