Literasi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki seluruh insan umat manusia. Pengertian literasi tak hanya dapat dipandang sebagai kegiatan membaca, menulis, dan berhitung saja.Â
Memang pengertian literasi secara bahasa merupakan kemampuan seseorang dalam penguasaan huruf, namun apabila kita urai kembali, penguasaan huruf dapat mencakup beberapa dimensi.Â
Kern dalam Nurhandayani menyatakan bahwa setidaknya terdapat tujuh kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk disebut memiliki kemampuan berliterasi, yaitu kemampuan menginterpretasikan, mengolaborasikan, mengoordinasikan, memanfaatkan pengetahuan kultural, merefleksikan diri, mengomunikasikan, dan menggunakan kemampuan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari.Â
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berliterasi merupakan kemampuan dasar seseorang dalam menjalani kehidupan terlebih pada saat ini.
Meskipun begitu, nampaknya budaya literasi bukanlah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Meskipun masyarakat Indonesia memiliki tingkat melek aksara yang tinggi, namun kenyataannya Indonesia memiliki posisi yang rendah dalam pemeringkatan literasi yang dilakukan oleh lembaga Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD dalam kegiatan Programme for International Student Assessment atau PISA.Â
Untuk menanggulangi rendahnya tingkat literasi, pemerintah telah menggaungkan program GLN (Gerakan Literasi Nasional) yang didalamnya berisi tiga penguatan literasi, yaitu literasi masyarakat, literasi sekolah, dan keluarga.Â
Pemerintah menyadari bahwa perlu adanya pembenahan budaya literasi sejak lingkungan sosial terkecil, yaitu lingkungan keluarga.Â
Hal ini menjadi sangat penting karena pada dasarnya seorang anak merupakan produk pendidikan dalam keluarga. Oleh karena itu, penanaman literasi sejak dini menjadi hal yang sangat penting.
Permasalahan utamanya adalah kesadaran orang tua untuk menanamkan budaya literasi masihlah sangat rendah. Hal ini dikarenakan pemaknaan sempit akan arti literasi itu sendiri. Kebanyakan orang tua sadar bahwa menyediakan buku untuk anak itu tidaklah mudah.Â
Selain itu, apabila ada alternatif buku-buku elektronik yang dapat diakses secara daring bukan berarti orang tua merasa dipermudah akan hal itu.Â