Ditulis oleh: Rahmania Zakri Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
Negara Indonesia merupakan negara hukum yang menegaskan adanya hubungan antara hukum dan kekuasaan, di mana kekuasaan tunduk pada hukum yang berlaku sebagai kunci kestabilan politik dalam masyarakat. Salah satu penegak hukum utama di Indonesia adalah kepolisian, yang memiliki hak dan kewenangan untuk melaksanakan penyidikan dalam sebuah kasus.
Komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, termasuk dalam menyelesaikan masalah antara sesama manusia. Dalam tahap penyidikan, polisi berupaya untuk membuat terang suatu tindak pidana melalui pemeriksaan dan interaksi dengan orang-orang yang terlibat dalam sebuah kasus, seperti korban, saksi-saksi, maupun orang-orang yang dicurigai. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal menjadi salah satu alat utama untuk mendapatkan keterangan, pertukaran informasi, dan menggali informasi secara mendalam. Tujuan pihak kepolisian sebagai komunikator adalah mempengaruhi komunikan agar mereka bertindak sesuai yang diharapkan oleh pihak komunikator.
Seorang penyidik harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik untuk mengatasi kendala-kendala dalam menggali informasi dari komunikan. Kemampuan ini sangat penting untuk membangun chemistry dengan komunikan sehingga mereka merasa nyaman dan terbuka dalam memberikan informasi. Selain komunikasi interpersonal, komunikasi persuasif juga merupakan konsep komunikasi yang efektif untuk diterapkan dalam proses penyelidikan. Komunikasi persuasif digunakan untuk memanipulasi motif-motif para tersangka melalui penggunaan bahasa yang mempengaruhi pikiran dan perasaan mereka, dengan tujuan mencapai mutual understanding antara pihak kepolisian dan para terlibat dalam kasus, baik korban, saksi, maupun tersangka.
Selain itu, penerapan komunikasi persuasif dalam menggali informasi juga harus memperhatikan aturan yang berlaku. Penyidik harus menjalankan prosedur interogasi dengan dukungan teknologi komunikasi yang memadai. Dalam proses interogasi, terutama terhadap korban, prasarana seperti ruang interogasi, meja, kursi, alat tulis, hingga alat perekam audio dan visual serta CCTV harus disediakan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan. Hal ini dilakukan agar korban, saksi, maupun tersangka merasa nyaman dan kondusif dalam memberikan keterangan.
Dalam dunia kepolisian, komunikasi persuasif digunakan sebagai standar dalam menginterogasi para saksi. Bahasa komunikasi yang digunakan penyidik biasanya melibatkan sindiran halus dan obrolan santai untuk membuat saksi merasa lebih terbuka dan berbaur dengan penyidik. Tujuannya adalah untuk membangun kepercayaan dan mempengaruhi aspek psikologis saksi agar mereka lebih kooperatif.
Kegiatan komunikasi, baik secara interpersonal maupun persuasif, harus dijalankan dengan memperhatikan batasan-batasan tertentu. Hal ini karena pihak kepolisian sebagai komunikator terikat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan SOP yang berlaku untuk melindungi hak-hak saksi dan korban. Memahami dan menghormati batasan-batasan ini adalah kunci untuk menjalankan proses penyidikan yang adil dan efektif.
Dapat disimpulkan bahwa konsep komunikasi menjadi alat yang efektif dalam proses penyidikan. Pendekatan yang baik kepada korban, saksi, maupun tersangka memudahkan pihak kepolisian dalam mendapatkan keterangan yang sebenarnya. Dengan keterampilan komunikasi yang mumpuni, seorang penyidik dapat memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010 tentang Hukum Acara Pidana, yang menetapkan kualifikasi dan persyaratan bagi seorang penyidik.
Konsep komunikasi yang diterapkan dengan baik memungkinkan penyidik untuk menyelesaikan tugas penyidikannya secara lebih efisien dan efektif. Pendekatan yang humanis dan menghargai hak-hak individu dalam proses penyidikan tidak hanya mempermudah pengumpulan informasi, tetapi juga menjaga integritas proses hukum dan membangun kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Daftar Pustaka
  1.   Devito, J. A. (2015). The Interpersonal Communication Book (14th ed.). Pearson.
  2.   Miller, K. (2005). Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts (2nd ed.). McGraw-Hill.
  3.   Adler, R. B., & Proctor, R. F. (2017). Looking Out, Looking In (15th ed.). Cengage Learning.
  4.   Griffin, E. (2012). A First Look at Communication Theory (8th ed.). McGraw-Hill.
  5.   Patton, M. Q. (2002). Qualitative Research & Evaluation Methods (3rd ed.). Sage Publications.
  6.   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010 tentang Hukum Acara Pidana.
  7.   Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).