Mohon tunggu...
Literasi Muda
Literasi Muda Mohon Tunggu... Jurnalis - Dalam gelap mencari cahaya, dalam terang mendambakan gelap.

Perspektif berbeda memang hal yang unik, dimana setiap individu dapat menyimpulkan apa yang mereka pahami. Seiring dengan perkembangan digital, perlu rasanya kita kemukakan literasi penyekong terhadap pembenaran itu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bagaimana PR Mengatasi Krisis: Stategi yang didukung oleh Penelitian dan Pengalaman

16 Mei 2024   09:37 Diperbarui: 16 Mei 2024   12:14 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Musrafil

Ketika badai krisis datang, organisasi harus siap untuk menghadapinya. Krisis dapat muncul dari berbagai sumber, mulai dari kesalahan internal yang fatal hingga tekanan eksternal yang tidak terduga. Namun, apa yang membedakan organisasi yang mampu bertahan dari yang tidak adalah bagaimana mereka menanggapi situasi sulit tersebut. Di sinilah peran Departemen Hubungan Masyarakat (PR) menjadi sangat vital. PR tidak hanya bertanggung jawab untuk mengelola komunikasi selama krisis, tetapi juga membantu organisasi memperbaiki reputasi mereka dan memperkuat hubungan dengan publik.

Berdasarkan penelitian-penelitian terpercaya dan pengalaman praktis, beberapa strategi yang telah terbukti efektif dalam mengatasi krisis dengan bantuan PR adalah sebagai berikut:

1. Transparansi dan Komunikasi Terbuka: Penelitian oleh Coombs (2007) menegaskan bahwa transparansi adalah kunci dalam mengelola krisis. Organisasi yang terbuka tentang masalah yang dihadapinya, mengakui kesalahan, dan memberikan informasi yang jujur dan akurat kepada publik cenderung mendapatkan dukungan lebih besar dari masyarakat. PR harus memastikan bahwa komunikasi selama krisis dilakukan secara terbuka, konsisten, dan berkelanjutan. Ini melibatkan tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga memberikan penjelasan tentang langkah-langkah yang diambil untuk menangani masalah dan mencegah hal serupa terjadi di masa depan.

2. Pemanfaatan Media Sosial dengan Bijak: Dalam era digital yang terus berkembang, media sosial memiliki peran yang semakin besar dalam menyebarkan informasi dan membentuk opini publik. Namun, media sosial juga bisa menjadi sarana penyebaran desinformasi dan rumor yang dapat merusak reputasi organisasi. Studi oleh Liu et al. (2018) menunjukkan bahwa organisasi yang berhasil mengatasi krisis cenderung menggunakan media sosial untuk merespons dengan cepat dan efektif terhadap isu-isu yang berkembang. Oleh karena itu, PR harus memanfaatkan media sosial dengan bijak. Ini termasuk dalam merespons pertanyaan dan kekhawatiran publik, menyebarkan informasi yang akurat dan relevan, serta memonitor dan mengelola percakapan online untuk mengatasi desinformasi.

3. Mengambil Tanggung Jawab dan Belajar dari Pengalaman: Seeger (2006) menekankan pentingnya organisasi untuk mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang terjadi selama krisis. Mengakui kesalahan adalah langkah pertama dalam memperbaiki situasi. PR memiliki peran penting dalam membantu organisasi untuk mengkomunikasikan tanggung jawab mereka kepada publik dengan jelas dan meyakinkan. Selain itu, setelah krisis mereda, penting bagi organisasi untuk melakukan analisis pasca-krisis. Hal ini melibatkan evaluasi menyeluruh tentang apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang dapat diperbaiki. Dari pengalaman krisis ini, organisasi dapat belajar untuk memperbaiki sistem dan proses internal mereka agar lebih tangguh dan responsif di masa depan.

Menghadapi krisis bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan bantuan PR, organisasi dapat mengelola situasi tersebut dengan lebih baik. Dengan menerapkan strategi transparansi dan komunikasi terbuka, memanfaatkan media sosial dengan bijak, serta mengambil tanggung jawab dan belajar dari pengalaman, PR dapat membantu memperkuat reputasi organisasi dan membangun kepercayaan publik yang kokoh, bahkan di saat-saat sulit seperti krisis.

Kuncinya adalah kesiapan dan ketepatan langkah dalam merespons setiap tahapan krisis. Departemen Hubungan Masyarakat yang efektif bukan hanya berperan sebagai juru bicara, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam memastikan bahwa organisasi tidak hanya bertahan, tetapi berkembang dalam menghadapi tantangan apapun yang muncul. Dengan kerja keras dan strategi yang matang, PR menjadi pilar utama dalam memastikan bahwa organisasi tetap berdiri tegak, bahkan ketika badai krisis melanda.

Berikut daftar referensinya :
1. Coombs, W. T. (2007). Protecting organization reputations during a crisis: The development and application of situational crisis communication theory. Corporate Reputation Review, 10(3), 163-176.
2. Liu, B. F., Fraustino, J. D., & Jin, Y. (2018). Social media use during disasters: How information form and source influence intended behavior. Public Relations Review, 44(5), 772-779.
3. Seeger, M. W. (2006). Best practices in crisis communication: An expert panel process. Journal of Applied Communication Research, 34(3), 232-244.

Dengan menggunakan referensi-referensi ini, artikel tersebut mendapat dukungan dari penelitian
ilmiah dan praktik terbaik yang telah diakui dalam bidang hubungan masyarakat dan manajemen
krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun