“Pena Lebih Tajam daripada Pedang”
Adalah idiom klasik yang paling relevan dengan zaman modern saat ini, menggugah kesadaran semua orang mengenai ilmu merupakan kekuatan terbesar dalam kemajuan peradaban. Serta keunggulan pemikiran daripada setiap kaum intelektual yang hidup dalam setiap babak zaman yang tersebar diseluruh penjuru dunia, menjadi misionaris terdepan dalam menawarkan sebuah konsep bagi kehidupan.
Dunia yang kian dinamis mempertemukan tesis dan antitesis dalam spektrum dialektika antar ideologi, mengakibatkan pertemuan pemikiran para elite intelektual bak ayam sabung yang terus di adu, yang diaminkan oleh konsensus masyarakat juga negara adalah sebagai Ayam Jago Sintesis Pemenang.
Melalui studi historis mengidentifikasi bahwa pergeseran cara manusia terhadap kekuasaan melalui jalan peperangan serta kengerian berhasil dialihkan dengan prinsip moralitas dan etika, Hak Asasi Manusia merupakan penemuan paling canggih oleh Elite Intelektual dalam sejarah umat manusia yang akan terus menjadi pegangan hidup hingga akhir zaman.
Hingga kini buah pikiran para pemikir di pasar peradaban akan terus diperjual belikan, dan konsep pemikiran yang paling laku akan terjual habis, diproduksi kembali secara masif, dan disebarluaskan diseluruh penjuru dunia.
Peran elite intelektual saat ini hendaknya tak terlalu dingin sehingga membeku dibelakang tugas dan kewajiban oleh kampus, namun juga hendaknya tidak menjadi Demagog yang menjadi api terlalu besar sehingga mengabaikan prinsip demokrasi dan kebenaran sehingga nyaring hanya untuk memuluskan kepentingan politik keberpihakan.
Elite intelektual adalah malaikat penolong diantara para Setan Populis Politis yang hanya mengedepankan motif kekuasaan demi kepentingan pribadi dan golongan.
Elite intelektual adalah aktor yang bisa bermain di belakang, ditengah, dan di depan untuk mewujudkan Equilibrium Society.
Urgensifitas peran para elite intelektual saat ini dalam setiap topik kehidupan bukan hanya sibuk di dapur akademis. Peran praktis dapat dilakukan sebagai pendamping juga pembisik kepemimpinan kekuasaan, atau dalam membersamai masyarakat dalam menjelaskan persoalan-persoalan yang terdapat dalam realitas sosiologis, bahkan setelah penuh isi kepala dan mengalami kematangan mental dan intelektual memilih untuk transformasi identitas dari akademisi menjadi politisi.
Pilihan jalan demokrasi juga pada akhirnya memberikan jalan keleluasaan bagi para intelektual untuk lebih mampu tampil terdepan dalam kontestasi kekuasaan. Intelektual sebagai Agen Kekuasaan menurut Foucoult bukan lagi sebatas melalui Institusi, namun juga dapat dilakukan secara langsung melalui politik praktis yang telah memperoleh lampu hijau konstitusi sebagai hak setiap warga negara.
Konsep yang ditawarkan oleh setiap pemikir hendaknya di apresiasi, namun sebagai manusia yang merdeka hendaknya membudayakan sikap skeptis, sebagai upaya untuk terus menguji dan mengkaji setiap gagasan yang akan dan telah di gunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.