Memberi bantuan sukarela kepada pemilik hajatan dalam istilah Jawa Timur bagian selatan (Kediri dan sekitarnya) seringkali diberi istilah dengan rewang. Istilah rewang kerapkali berlaku bagi hajatan seperti pernikahan, khitanan, dan kenduri kematian.Â
Pemilik hajatan yang akan menyelenggarakan serangkaian acara yang melibatkan orang banyak misalnya pernikahan kerap kali membutuhkan bantuan sukarela dari kerabat maupun tetangga. Pada umumnya orang yang membantu terselenggaranya sebuah hajatan adalah orang dimintai bantuan oleh pemilik hajat atau shahibul hajat. Terlebih dahulu pemilik hajat mendatangi rumah kerabat dan tetangga untuk meluangkan waktunya membantu hajatan. Hal ini dilakukan satu bulan hingga dua minggu sebelum hajatan diselenggarakan.Â
Biasanya pemilik hajat, mengklasifikasi orang yang dimintai bantuan berdasar keahlian yang dimiliki. Ada yang dimintai bantuan menjadi penerima tamu. Ada yang dimintai bantuan sebagai pelayan tamu. Ada yang dimintai sebagai juru masak sekaligus sebagai petugas bersih-bersih sendok dan piring. Hingga dimintai bantuan berupa pembawa acara, pemberi sambutan atau wakil keluarga.Â
Bukan orang kampung jika dalam hajatan tidak melibatkan kerabat dan tetangga. Masing-masing mereka sudah saling memahami, jika orang membutuhkan bantuan akan dibantu. Orang yang akan membutuhkan pertolongan akan ditolong. Kesadaran saling membantu dan menolong kepada sesama ini menumbuhkan jiwa sosial yang tinggi. Dalam hal ini berlaku pedoman siapa yang membantu kelak akan dibantu.Â
Budaya saling membantu dengan sukarela seperti rewang ini merupakan budaya adiluhung suatu bangsa. Jika budaya ini terus dipertahankan maka sekian persoalan dapat terselesaikan. Kenyataan ini dapat dilihat dari sisi positif budaya rewang.Â
Sisi positif budaya rewang di antaranya pertama merekatkan tali silaturahim antar kerabat dan tetangga. Dengan adanya interaksi bantu membantu maka hubungan kekerabatan akan semakin kokoh. Pun juga jalinan antar tetangga semakin kuat. Kedua, menghemat biaya. Dengan bantuan sukarela seperti rewang pasti akan memangkas pengeluaran. Lain halnya jika seseorang misalnya menggunakan jasa wedding organizer pasti diperlukan biaya yang tidak sedikit. Ketiga, melestarikan budaya luhur suatu bangsa. Rewang adalah cerminan bahwa masih ada orang dengan sukarela memberi bantuan tanpa berharap imbalan berupa nominal uang. Keempat sebagai pengamalan pancasila sila kedua. Kelima, menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang lain.Â
Dengan melihat sisi-sisi positif di atas budaya rewang sebaiknya terus dilestarikan. Dikala orang sudah semakin individualistis, budaya rewang sudah sepatutnya dipertahankan. Jangan sampai budaya luhur ini hilang seiring semakin rendahnya jiwa sosial kepada sesama.Â
Budaya rewang merupakan salah satu contoh kecil bahwasanya menjadi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri. Selain rewang kegiatan saling membantu sesama, dikenal dengan istilah sambatan. Sambatan identik dengan membantu atau gotong royong. Misalnya dalam proses membuat pondasi rumah, menaikkan atap rumah baru, hingga merobohkan rumah.Â
Besar harapan penulis untuk generasi mendatang tetap membudayakan rewang. Setidaknya untuk menjadi penanda bahwa orang pasti membutuhkan orang lain. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, lebih-lebih bagi masyarakat perkampungan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H