Belakangan tahun ini kita sering mendengar istilah fake news atau berita bohong, terutama ketika masa pemilu berlangsung. Perbedaan antara fake news dan hoaks terletak pada karakteristik dan konteks penggunaannya.
Fake news merujuk pada berita palsu yang dibuat dan disebarkan dengan sengaja untuk menyesatkan dan memanipulasi pembaca. Fake news sering kali bertujuan untuk mempengaruhi opini publik, menyebarkan propaganda, atau menciptakan kebingungan. Biasanya, fake news disampaikan dalam bentuk artikel berita yang tampak seperti berita nyata, dengan menggunakan judul yang menarik dan narasi yang meyakinkan.
Hoaks merujuk pada informasi palsu atau kabar bohong yang disebarkan dengan tujuan menipu orang lain. Hoaks bisa berupa pesan berantai di media sosial, email palsu, atau cerita palsu yang disebarluaskan secara massal. Tujuan dari hoaks bisa bervariasi, mulai dari tujuan lucu atau menghibur hingga tujuan yang lebih jahat, seperti menyebarkan ketakutan atau kebencian.
Perbedaan utama antara fake news dan hoaks adalah bahwa fake news terutama berkaitan dengan diseminasi berita palsu yang dikemas seperti berita nyata, sedangkan hoaks lebih luas dalam cakupannya dan mencakup penyebaran informasi palsu dalam berbagai bentuk, termasuk pesan, email, atau cerita.
Istilah “fake news” atau “berita bohong” merupakan sebuah istilah yang belum lama muncul. Fake news merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata fake dan news. News dimaknai sebagai sebuah laporan berdasarkan kebenaran. Lalu, “fake” didefinisikan sebagai sebuah istilah yang memiliki makna "tidak asli” atau “imitasi” (Kalsnes, 2018).
Meskipun, istilah fake news belum lama muncul, tetapi sebetulnya fenomenanya sudah ada sebelum didefinisikan sebagai “fake news”. Menurut Soll (2016), fenomena “fake news” muncul pada awal ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Gutenberg pada tahun 1439. Dia menjelaskan bahwa ketika percetakan berkembang, fake news juga ikut berkembang. Pada saat itu, fake news muncul sebagai cerita spektakuler tentang monster laut dan penyihir atau klaim bahwa orang berdosa bertanggung jawab atas bencana alam (Soll, 2016).
Fake news mulai dikenali pada tahun 1890-an di era “yellow journalism”. Yellow journalism adalah gaya jurnalisme yang menekankan berita utama dan cerita yang sensasional, seringkali dengan mengorbankan akurasi fakta konten berita (Burkhardt, 2017). Oleh karena itu, fake news mulai bermunculan di masa ini apalagi dengan adanya media baru. Dalam beberapa tahun terakhir, kebangkitan media baru telah mempermudah penyebaran berita palsu.
Sebagaimana dengan kecanggihan digital pada era sekarang, kini contoh berita palsu atau hoaks kian menyebar dengan mudah dan cepat. Berikut beberapa contoh berita palsu yang berhasil diverifikasi sebagai hoaks:
1. Berita serta foto Messi berlibur di Balekambang, Malang.
Pada Minggu (18/06) kemain, akun Instagram @infomalangan mengunggah foto pesepak bola ternama, Lionel Messi, yang sedang berlibur di Pantai Balekambang.
Seperti yang diberitakan secara resmi, pertandingan sepakbola Indonesia vs. Argentina akan diselenggarakan pada Senin, 19 Juni 2023. Pada pertama kali berita ini keluar, para pencinta sepakbola berasumsi bahwa sang legenda, Lionel Messi, akan datang dan ikut bermain pada pertandingan tersebut. Namun, dikutip dari detikjatim, pesepak bola Lionel Messi diberi kesempatan untuk berlibur oleh sang pelatih sehingga tidak dapat bermain bersama tim Argentina melawan Indonesia.