Mohon tunggu...
Lita Widyawati
Lita Widyawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra

K-Pop and Books enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ayah Rumah Tangga

6 Juli 2021   22:15 Diperbarui: 6 Juli 2021   22:30 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dasar kepala mereka, tertanam dan berbuah.
Kata-kata buruk rupa dan terdengar Ayah menjadi ringkih.
Selihat Ibu pasti sangat menjengkelkan, buatku juga. Apa yang dosa dari kepala keluarga menjadi pekerja rumah tangga?

Mulut berbusa dari dan sampai sakit tenggorokan.
bertanya-tanya sehina apa Ayah rumah tangga.
Otak kolot mereka harus dicuci, bahkan manusia sekarang menawan.
Terbuka akan hak laki-laki dan perempuan, tidak menunjuk siapa yang menjaga rumah;
siapapun bisa.

Aku menyapu halaman, mulutku diam.
Ayahku mengepel lantai, mulutnya diam.
Ibuku bekerja di kelas-kelas, mulutnya diam.
Bersepakat untuk diam adalah cara untuk membungkam.

Rumah berkata ia perlu dimandikan dan dibersihkan.
Bukan hanya oleh Ibu, Ayah, atau Aku.
Rumah berteriak siapapun yang menidurinya, ialah yang berhak melakukan.
dan kami semua pelakunya.


Tangerang, 26 Juli 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun