Akhirnya bisa mengakses kompasiana lagi setelah smartphone saya 2 minggu lalu rusak dan baru kemarin beli yang baru. Karena dengan smarphone Android saya dapat mengakses internet dengan mudah. Dan akhirnya sore ini saya memutuskan menulis sesuatu yang selama satu hari ini terbayang dalam benakku.
Â
Ceritanya tadi pagi, saya membuka Facebook dan melihat ada sebuah postingan atau tautan bergambar. Saya lupa siapa yang membuat postingan itu. Sepertinya postingan tersebut berasal dari situs berita asal-asalan. Dengan melihat gambar tersebut, ada rasa marah dalam hati ini. Bukan karena apa, gambar tersebut adalah seorang anak perempuan yang telah tak bernyawa lagi. Hidung mengeluarkan darah dan ada lebam di beberapa bagian tubuhnya. Lutut ditekuk dan diikat. Anak perempuan itu telanjang.
Tadi siang saya membaca berita http://megapolitan.kompas.com/read/2015/10/03/10340061/Ciri-ciri.Mayat.Bocah.dalam.Kardus.di.Kalideres, dan ternyata itu berita kemarin, Sabtu, 3 Oktober.
Â
Yang saya tak habis pikir adalah kenapa gambar bocah itu tanpa sensor bisa beredar di Facebook dengan bebas? Dimana lagi etika kita dalam menyampaikan sebuah berita? Apalagi media sosial seperti Facebook bisa dilihat oleh siapa saja, termasuk anak-anak.
Â
Sebelumnya juga pernah melihat gambar-gambar seperti itu pada kecelakaan pesawat Hercules milik TNI AU di Medan beberapa bulan yang lalu. Beredar gambar yang menampilkan beberapa korban yang tubuhnya terbakar. Ada beberapa komentar yang mengatakan bahwa gambar-gambar seperti itu tidak layak untuk dipublikasikan untuk umum. Namun, pemilik akun malah tidak meresponnya.
Â
Dipihak lain, Kepolisian sibuk mengurusi yang disebut dengan pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik. Padalah yang disampaikan adalah kritik berdasarkan fakta. Kalau di Medan, Kepolisian sibuk melakukan razia kenderaan kalau itu layak disebut razia. Soalnya Polisi dan pengendara layaknya kucing dan tikus. Polisi razia di persimpangan jalan, di jalan berbelok atau beberapa puluh meter setelah traffic light agar tidak terlihat pengendara.
Â