Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) baru-baru ini mengeluarkan sandiwara radio berjudul "Asmara di Tengah Bencana". Akar utama dari munculnya program ini adalah posisi geografis Indonesia yang rawan terjadinya bencana, seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir, dan kekeringan. Pemerintah akhirnya mengeluarkan konsep dan kebijakan mitigasi atau perlindungan terhadap resiko bencana. Tidak hanya itu, berbagai program terkait respon bencana dan paska terjadi bencana. Pemerintah bersikeras melaksanakan program mitigasi bencana sebagai upaya preventif dalam penanggulangan bencana.
Tidak hanya dari aspek spasial, teknologi dan informasi, tetapi juga manajemen resiko dengan melibatkan masyarakat dengan cara meningkatkan public awareness (kesadaran publik). Pemerintah melakukan sosialisasi ke masyarakat mengenai penanggulangan bencana. Sosialisasi inovatif yang dilakukan pemerintah adalah dengan menyelenggarakan sandiwararadio terkait kebencanaan. Tentunya, ini menjadi solusi inovatif yang cukup efisien dalam sosialisasi siaga bencana walaupun memang ada kelebihan dan kekurangannya.
Sandiwara radio "Asmara di Tengah Bencana" merupakan garapan S. Tidjab, yang membuat sandiwara radio Tutur Tinular-nya menjadi legendaris di tahun 1990an. Sandiwara ini rencananya akan disiarkan oleh 20 stasiun radio, 18 radio lokal dan 2 radio komunitas. Sandiwara radio ini berjumlah 50 episode. Stasiun radio yang akan memutar sandiwara tersebut yaitu stasiun Radio Kelud, Merapi, Pariwisata Senaputra (Malang), Thomson Gamma (Majalengka), SPS (Salatiga), Soka Adiswara (Jember), CJDW FM (Boyolali), Fortuna (Sukabumi), Gabriel FM (Madiun), Hot FM (Serang), Merapi (Magelang), Persatuan (Bantul), Aditya (Subang), Gema Surya (Ponorogo), EMC Thomson (Yogyakarta), GeNJ (Rangkas Bitung), H (Karanganyar), Elpas FM (Bogor), Thomson (Bandung), dan Studio 99 (Purbalinga). Siaran dari setiap stasiun radio berbeda, antar pukul 16.00 hingga 19.00. Pendengar dapat juga mengakses melalui youtube BNPB dengan kata kunci 'BNPB Indonesia.'
Menghidupkan Kembali Sandiwara Radio
Di tengah maraknya perkembangan teknologi, sandiwara radio menjadi kurang diminati terutama yang bersifat edukasi. Sebenarnya, sandiwara radio ini sudah muncul tahun 1880 di Amerika Serikat. Di Indonesia, sandiwara radio semakin populer sekitar tahun 1990an dan semakin menurun di tahun 2000an. BNPB melakukan inovasi baru dalam sosialisasi siaga bencana yaitu dengan pembuatan sandiwara radio. Diharapkan juga dengan program ini memiliki efek hidupnya kembali sandiwara radio di Tanah Air.Â
Sosialisasi kebencanaan dengan sandiwara radio ini sebenarnya bukan hal yang baru di dunia internasional. Di beberapa negara telah melaksanakan program sandiwara radio siaga bencana sejak tahun 2009 seperti di Amerika Selatan, Afrika dan Timur Tengah dan memang sudah menjadi program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam siaga bencana. Sehingga Indonesia bisa belajar banyak dari negara-negara tersebut. Dengan adanya sandiwara radio mengenai kebencanaan, diharapkan masyarakat paham dan siap siaga dalam menghadapi bencana alam,
Tidak Sebatas Bersandiwara
Memang dunia ini hanya panggung sandiwara yang didalamnya terkandung makna yang semestinya kita resapi dan lakukan. Begitu juga dengan sandiwara radio siaga bencana ini, masyarakat setelah paham dengan ilmu yang diperoleh, sebisa mungkin saat terjadi bencana (semoga tidak panik) bisa mengaplikasikan seperti yang di-drama-kan dalam sandiwara tersebut.Â
Dalam sandiwara alangkah baiknya jika dijelaskan mengenai apa-apa yang dapat terjadi sebelum, saat dan setelah terjadi bencana, serta bagaimana dampak negatif yang dapat dihindari/ dikurangi. Sandiwara radio juga bisa menjelaskan bagaimana peran wanita dan pria untuk mengurangi dampak negatif saat terjadi bencana. Disarankan pula bahwa cerita menyinggung masalah kesehatan, gender dan migrasi akibat adanya bencana. Semua diramu menjadi satu kesatuan cerita yang menarik tanpa harus kehilangan esensi utamanya.
Sasaran
Sandiwara radio ini tentunya hanya dinikmati oleh segelintir pendengar yang memang mempunyai hobi mendengarkan radio, biasanya masyarakat-masyarakat pelosok desa ataupun orang tua -orang tua di beberapa kota. Jarang sekali anak kawula muda yang mendengarkan radio lokal atau komunitas. Sehingga sandiwara radio menjadi penting jika anak-anak muda terlibat di dalamnya. Di beberapa negara, sandiwara radio masuk ke dalam materi pembelajaran di sekolah atau tugas sekolah. Ada juga yang melakukan pelatihan untuk anak-anak sekolah mengenai penulisan skenario sandiwara radio mengenai bencana. Di Honduras, pertemuan komunitas terkadang membahas episode terakhir mengenai sandiwara radio kebencanaan kemudian mempersiapkan peta resiko dan rencana darurat bencana.