Mohon tunggu...
Lita Chan Lai
Lita Chan Lai Mohon Tunggu... Freelancer - Semangat Jiwa

---hanya perempuan biasa--- menyukai petualangan alam terbuka,traveling, aktif dikegiatan pecinta alam, senang bersosialisasi dan suka menyimpan buku dibawah bantal.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Serba 3 Jam ke Perkampungan Suku Baduy Dalam

26 November 2011   20:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:09 3998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_151932" align="alignnone" width="504" caption="gapura dipintu masuk perkampungan suku baduy"][/caption]

Perjalanan serba 3 jam aku lalui bersama kawan-kawanku dari medan (datox) dan bengkulu (adhe) menuju perkampungan suku baduy dalam. Dari terminal kampung rambutan naik bus primajasa menuju kota Serang Banten. Seharusnya perjalanan ini hanya menempuh waktu 2 jam, namun berhubung bus ini berjalan lambat dan seakan enggan untuk mendahului mobil yang berjalan seiringan sehingga membuatwaktu tempuh menjadi tak kurang dari 3jam. Dengan ongkos sebesar Rp.17.000,- kami sampai di kota serang banten.

Temanku pendil dari Mahapeka (mapala IAIN Banten) bersama 2 orang temannya telah siap menjemput kami . Sebuah patung dekat pintu keluar tol serang banten menjadi patokan kami untuk janjian bertemu. Tukang ojek berebut menawarkan jasa untuk mengantar siapapun yang membutuhkan jasanya. Namun bagi kami yang sudah dijanjikan untuk dijemput menolak setiap tawaran yang diajukan oleh para pengojek ini.

Sesampainya di kampus IAIN Banten kami langsung diajak kekantin kampus dan disediakan berbagai makanan untuk kami santap. Kebetulan memang sudah saatnya makan siang, Karena tepat jam 12 siang kami sampai di kota serang ini. Suasana yang bersahabat sangat membuat kami nyaman dan senang berada diantara kawan-kawan disini. Aku yang lelah dan belum tidur karena baru saja mengikuti Latgab caving memilih untuk beristirahat. Sementara Adhe dan datox sudah lebih dulu tertidur di veltbad luar sekretariat Mahapeka.

Sore hari ketika kami terbangun dari tidur pendil dan kawan-kawan mengajak kami kesebuah alun-alun kota serang. Disana ada beberapa teman penggiat alam yang sedang latihan memanjat. Sambil minum dan duduk-duduk, kami menonton teman yang sedang latihan. Kemudian kami sedikit berdiskusi mengenai perjalanan yang akan kami tempuh menuju perkampungan suku baduy dalam.

“kita berangkat malam aja ya...!” seru pendil kepada kami.

“oke, ngga masalah...yang penting kita bisa sampai ke baduy.” Seruku kepada pendil.

“siiip....aku dah kondisikan perjalanan buat kalian semua.” Pendil memberi semangat kepada kami.

Malam tepat pukul 12.00wib kami start dari kampus. 4(empat) motor dikerahkan menuju perkampungan suku baduy. Perjalanan ini memakan waktu 3jam. Selama diperjalanan kami sempat dihadang hujan deras. Meski sempat berteduh sebentar, kami tetap melakukan perjalanan. Bulan oktober adalah saatnya musim hujan dimulai. Sebenarnya kami senang dengan datangnya musim hujan, apalagi beberapa bulan yang lalu kami sangat mengeluhkan kemarau panjang. Namun berhubung perjalanan kami ini lumayan jauh, sehingga kami berharap agar hujan tidak berlama-lama menahan kami untuk berteduh.

Sampai diterminal kecil perkampungan suku baduy pagi tepat pukul 3.00wib, dan mengharuskan kami untuk beristirahat disebuah pondokan siskamling. Karena tidak ada penginapan untuk kami singgahi. Disana ada patung selamat datang yang terdiri dari patung seorang bapak, ibu dan dua orang putra-putri berpakaian khas suku baduy. Tangannya mengarah ke sebuah jalan berbentuk gang kecil yang hanya bisa dilalui sepeda atau motor. Jalannya agak sedikit menanjak dan dilapisi semen.

Pagi jam 6.00wib kami sarapan dan duduk-duduk minum kopi. Kawanku pendil sedang bercengkrama dengan beberapa orang peduduk suku baduy luar. Dia akhirnya mendapatkan seorang pemandu jalan sewaan asli penduduk suku baduy luar. Akhirnya tepat pukul 7.00wib kami berangkat menuju suku baduy dalam. Sebelum kami masuk perkampungan suku baduy, ada sebuah tugu sebagai batas kawasan perkampungan suku baduy. Dan juga ada beberapa plang tulisan yang menerangkan peraturan dan sangsi apabila pengunjung melanggar aturan yang sudah ditetapkan.

Jalur yang kami lalui terus menanjak dan sedikit agak terjal. Jalurnya ini berupa tanah basah yang menurut pemandu hampir setiap hari perkampungan disini diguyur hujan. Kami lalui beberapa bukit dan beberapa kampung suku baduy luar. Sayangnya kami tak melalui jalur yang ada jembatan akarnya. Hal ini disebabkan karena memang lokasi jembatan itu sangat jauh. Berhubung kami berniat untuk tidak bermalam di perkampungan suku baduy ini, maka jalan yang ditempuh adalah jalan terdekat. Namun tetap saja jalannya menanjak seperti naik gunung. Kawan-kawan berjalan sangat cepat, membuat aku protes karena tak dapat menikmati pemandangan dan suasana perjalanan.

Tepat 3jam perjalanan kami yang kami tempuh dari bawah menuju perkampungan suku baduy dalam. Kamipun beristirahat disalah satu rumah penduduk suku baduy. Aku yang lelah segera membuka makanan dan minuman yang memang sengaja aku siapkan sebelum berangkat. 3 jam kami beristirahat dirumah penduduk suku baduy, sambil mengamati lingkungan sekitar aku menanyakan beberapa hal mengenai suku baduy dalam ini kepada beberapa penduduk asli suku baduy dalam.

Ada beberapa hal yang membuat aku tak puas dengan jawaban mereka. Entah mereka yang tak mengerti bahasa kami, atau memang mereka yang tertutup terhadap pertanyaan-pertanyaan kami. Tapi, ya sudah lah...melihat langsung kehidupan mereka saja sudah sedikit mengurangi rasa penasaranku terhadap suku baduy. Akhirnya tepat pukul 1 siang (13.00wib), kamipun pamit untuk pulang. Mereka senang kami datangi. Bahkan ada yang minta alamat dari salah satu kawanku yang tinggal di serang. Mereka juga bilang suatu saat mereka akan mendatangi alamat yang kami berikan.

Perjalanan pulang rupanya bukan jalan menurun, karena kami harus lalui beberapa buah bukit. Dan perkampungan suku baduy memang berada dibalik beberapa bukit tersebut. Kembali kami mendaki dan melewati beberapa jembatan yang terbuat dari bambu. Jembatan yang hanya diikat oleh tambang bahan ijuk (bahan yang biasa dibuat untuk sapu). Meski tak dipaku besi, namun jembatan ini sangatlah kokoh. Kami melewati tanjakan yang biasa disebut orang seribu tanjakan. Aku tak menghitung apakah betul berjumlah seribu namun tanjakan tersebut kalo dilihat membuat kita malas untuk melewatinya. Batu-batu bongkahan besar tersusun rapih dijalur tanjakan seribu ini. Entah bagaimana mereka menatanya. Aku benar-benar tak habis fikir mereka mampu menyusun batu sehingga menyerupai tangga yang sangat panjang. Aku lalui dengan merunduk dan meyakinkan diri untuk mampu terus berjalan menyusuri tiap-tiap anak tangga tersebut. Sungguh cukup membuat mental turun drastis apabila terus melihat keatas. Seolah tangga tersebut tak akan pernah habis untuk dilalui.

Selama perjalanan pulang, kami diguyur hujan. Dan ini tak memungkinkan untuk berteduh, mengingat niat kami yang ingin langsung pulang tanpa harus menginap. Akhirnya dengan berbasah-basah ria kami berjalan menyusuri jalan setapak. Jalan pulang bukan jalan yang sama saat berangkat. Kami sengaja lakukan ini karena kami ingin berkunjung ke perkampungan suku baduy luar yang membuat berbagai macam cinderamata. Ditempat itulah kami semua berbelanja barang khas suku baduy. Barang-barang berupa kain tenun asli mereka buat sendiri. Bahkan anak-anak kecil seumuran 8-9tahun sudah mahir membuat kain tenun. Aku sungguh kagum melihat kreativitas anak-anak kecil ini. Mereka tidak sekolah, sehingga pekerjaan yang mereka lakukan setiap harinya adalah menenun kain.

Perjalanan pulang kembali memakan waktu 3 jam. Tepat pukul 4 sore (16.00wib) kami sampai dibawah. Aku sedikit agak menggigil, karena memang suhu udara disana terbilang dingin. Minum kopi cukup menghangatkaan tubuhku. Rasa penasaranku terhadap suku baduy sudah terbayarkan, meski belum terlalu memuaskan pikiranku tentang kehidupan mereka yang jauh dari kehidupan modern. Semoga lain waktu aku bisa kembali berkunjung dan menemukan semua jawaban dalam tanyaku ini.(LCL)

[caption id="attachment_151933" align="alignnone" width="540" caption="jalan menuju perbatasan suku baduy"][/caption]

[caption id="attachment_151934" align="alignnone" width="576" caption="tugu di perbatasan suku baduy"][/caption]

[caption id="attachment_151935" align="alignnone" width="540" caption="salah satu tulisan yang terdapat di pintu masuk menuju perkampungan suku baduy"][/caption]

[caption id="attachment_151936" align="alignnone" width="576" caption="bertemu salah satu penduduk asli suku baduy dalam diwilayah baduy luar"][/caption]

[caption id="attachment_151937" align="alignnone" width="576" caption="sejenak mengabadikan diri dialiran sungai kecil"][/caption]

[caption id="attachment_151938" align="alignnone" width="540" caption="jembatan yang terbuat dari bambu"][/caption]

[caption id="attachment_151939" align="alignnone" width="540" caption="jalanan yang lembab akibat hujan yang hampir setiap hari mengguyur perkampungan suku baduy"][/caption]

[caption id="attachment_151940" align="alignnone" width="640" caption="perumahan suku baduy luar dari kejauhan"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun