Mohon tunggu...
Lita Chan Lai
Lita Chan Lai Mohon Tunggu... Freelancer - Semangat Jiwa

---hanya perempuan biasa--- menyukai petualangan alam terbuka,traveling, aktif dikegiatan pecinta alam, senang bersosialisasi dan suka menyimpan buku dibawah bantal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bara Semangat dari Kawah Gunung Batur yang Tak Pernah Padam

14 April 2016   15:36 Diperbarui: 14 April 2016   16:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kampung Halaman Jero Wacik di Kintamani (foto pribadi)"][/caption]Menantang keras kehidupan sudah dia lakukan sejak kecil. Anak ke- 8 dari 8 bersaudara pasangan Guru Nyoman Santi dan Ni Nyoman Sudiri ini akhirnya dapat hidup dengan umur yang panjang. Berbeda dengan 7 orang kakak yang meninggal di usia sangat muda. Ada yang meninggal begitu lahir, ada yang bertahan sekian hari, ada juga yang bertahan sampai sekian minggu sebelum dipanggil Sang Hyang Widhi Wasa. Hanya Jero Wacik yang mampu hidup setelah mengalami kematian dan akhirnya hidup kembali (mati suri). Jero Wacik adalah anugerah Sang Hyang Widhi Wasa bagi keluarganya. Penerus generasi tunggal dari rahim Ni Nyoman Sudiri.

Jero Wacik lahir di Singaraja, 24 April 1949. Perjalanan hidupnya tidaklah semulus seperti yang kita ketahui saat ini. Banyak tantangan dan perjuangan yang telah dia lakukan. Berbekal semangat untuk menimba ilmu, Jero Wacik beranikan diri untuk sekolah jauh dari kampung halamannya. Menurut masyarakat awan, “Tidak perlu pergi jauh dari kampung halaman sebab makanan sangat melimpah ruah disini”. Kalau sekedar makan, di Kintamani tidak takut kelaparan. Tapi pikiran Jero Wacik hidup bukan hanya sekedar makan. Masih banyak yang harus dilihat di luar sana.


Jero Wacik merupakan anak yang sudah menonjolkan kecerdasannya. Sering dia dijadikan guru pengganti untuk mengajar anak kelas 3 sementara dia sendiri masih anak kelas 2. Sang guru mempercayakan Jero Wacik untuk mengajar kakak satu tingkat di atasnya. Meskipun begitu, dia tidak pernah sombong. Kehidupan sederhana sudah dia jalani sejak kecil. Ayahnya seorang penjual kopi dan ibunya penjual kain keliling. Keluarga yang sederhana ini menjadi pemicu Jero Wacik untuk melewati masa yang sulit. Jero Wacik pernah berjualan es keliling, pekerjaan tersebut tidak pernah malu dilakukan.

Sekolah Jero Wacik ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang 7 Kilo Meter. Jarang sekali sarapan atau makan siang. Tidak pernah mendapatkan uang sangu atau jajan sekolah. Teman-teman Jero Wacik hingga kini selalu mengenang masa kecilnya, ketika sama-sama berjalan kaki ke sekolah, ketika bermain, dan ketika sama-sama berjuang untuk mengapai cita-citanya. Buah-buahan yang dia temukan di jalan di petik sebagai pengganjal perut. Dr. I Ketut Mardjana, menuturkan suka dukanya bersama Jero Wacik dalam menimba ilmu. Semangat hidup yang ditularkan Jero Wacik selalu dia ingat, Jero Wacik lah yang membuat dirinya terpacu untuk sekolah keluar kampung. Jero Wacik adalah pelopor perjuang bagi anak muda di kampungnya.

Dr. I Ketut Mardjana adalah Mantan Direktur PT Pos Indonesia. Kini setelah beliau pensiun dia mengelola sebuah hotel yang mewah dan megah. Mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pernah membuat keputusan penting di hotelnya. Mengundang beberapa menteri untuk menginap. Hotel yang dia miliki memang pantas untuk didiami para pejabat penting. Lokasinya yang lumayan jauh dari kehidupan kota, sangat nyaman dan asri. Sumber mata air panas memancar di setiap sudut tanah. Pemandangan gunung batur dan danau batur terlihat indah di sudut mata.

Kesuksesan Jero Wacik hampir sama dengan I Ketut Mardjana, Sayangnya I Ketut tidak suka berorganisasi apalagi ikut dalam kancah dunia politik. Berbeda jauh dengan Jero Wacik. Sejak muda sudah senang berorganisasi. Banyak organisasi yang dia pimpin hingga saat ini. Jero Wacik diakui pintar berkomunikasi dengan siapapun. Tidak pernah memandang orang dengan sebelah mata. Baginya semua sama dan setara dengan dia. Jero Wacik adalah penutur yang baik. Setiap sikapnya terlihat sangat rendah hati dan ramah. Semua orang mengakui kesederhanaan dan kerendahan hati Jero Wacik.

Tetangganya pernah dia ajak ke Bandung tempat dia menimba ilmu sewaktu di ITB. Jero Wacik bukan hanya mengajak, tapi juga membimbing hingga mampu menguasai 5 bahasa asing. Wayan Andog/ Andayana selama 4 tahun ikut dengan Jero Wacik telah banyak yang dia ketahui. Tempaan Jero Wacik kepada kehidupannya sangat dirasakan. Sekarang 5 bahasa dia kuasai tersebut sudah banyak menghasilkan uang dari pekerjaan sebagai tour gaed di Bali. Jero Wacik tidak pernah mendidiknya dengan uang. Tapi justru memberikan motivasi yang kuat kepada semua orang, sehingga oranglain mampu melakukan segala keinginan dengan jerih payahnya sendiri.

Jero Wacik adalah satu-satunya orang yang bersekolah tinggi di Kintamani pada saat itu. Larangan untuk keluar dari kampung sangat kuat. Tapi Jero Wacik mampu mendobrak pemahaman masyarakat Kintamani dan akhirnya Jero Wacik menjadi pelopor masyarakat Kintamani untuk bisa sekolah di luar kampung. 

Pada saat Jero Wacik lulus sekolah, banyak tawaran yang datang kepadanya untuk bekerja di perusahaan besar. Salah satunya yang dia terima adalah di PT Astra. Karier Jero Wacik melesat tinggi, hingga menjadi salah satu Direktur PT. Astra. Meskipun menjadi direktur perusahaan besar, dia tetap hidup sederhana dan mengontrak rumah di daerah Utan Kayu, Gang Mangga. Wayan Wela, salah satu tentangganya pernah tinggal menemani Jero Wacik di kontrakan tersebut. 

Tiap pulang ke kampung, meskipun sudah menjadi menteri selalu menyapa orang-orang sekitarnya dengan hangat. Bahkan Jero Wacik senang duduk bareng di warung kopi sederhana hanya sekedar berbagi cerita dan berdiskusi. Jero Wacik sendiri tidak memiliki rumah di Kintamani. Jika dia pulang kampung, rumah yang dia datangi adalah rumah kakak tirinya. Tempat kedua orangtuanya dikubur. Masyarakat Se-Bangli tahu jika Jero Wacik tidak mempunyai rumah di Bali. Rumahnya di Nusa Dua di jual untuk memodali Upacara Ngaben ibunya. 

Sejak Jero Wacik menjadi menteri, tetangga dan keluarga tidak pernah diberikan posisi apapun. Kehidupan KKN sangat jauh dari prinsip hidupnya. “Beliau anti korupsi, kolusi dan nepotisme. Bagaimana bisa tuduhan tersebut dia dapatkan”, kata salah satu tetangganya. Keluarga dan tetangganya sadar bahwa pendidikan yang dimiliki sangat jauh dari kapasitasnya untuk menjadi apapun di pemerintahan. Ketika Jero Wacik di tangkap KPK dan divonis korupsi, mereka sangat terpukul sekali. Mereka tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Karena mereka tahu, apa yang dituduhkan itu jauh dari sikap Jero Wacik sebenarnya. Apalagi Jero Wacik adalah pemangku adat yang sangat di hormati dan disegani. Menurut masyarakat Kintamani, menuduh Jero Wacik korupsi dan memeras sama saja menodai keyakinan agama mereka dan umat hindu Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun