Rencana pemerintah untuk mencabut harga subsidi gas elpiji 3 kg (gas melon) dan memberlakukan penjualan sesuai harga pasar merupakan kebijakan yang layak diapresiasi.
Kebijakan tersebut cukup logis, terutama dilatarbelakangi  bahwa penerima subsidi semakin tidak jelas, bukan warga atau rakyat miskin seperti tulisan yang melekat di setiap tabung gas melon tersebut, melainkan mereka yang tergolong ekonomi menengah ke atas.
Kasus yang sesungguhnya sudah berlangsung lama ini tidak pernah tertangani secara tuntas, terlebih jika persediaan gas meningkat (lebaran, natal dan tahun baru, serta hari besar lainnya) -- maka heboh pemberitaan selalu mengemuka, kelangkaan gas mencuat dipublikasikan media dan salah satu solusinya yaitu kouta gas melon disetiap daerah selalu ditambah.
Dalam kenyataannya, langkah temporer dan sporadis tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah. Jumlah tambahan kuota sedemikian banyaknya pada setiap terjadi kelangkaan tetap saja tak diketahui kemana aliran distribusi mengingat mekanismenya sudah semakin carut-marut, sulit dideteksi, seiring semakin menjamurnya para penyalur dadakan memanfaatkan momen tersebut.
Rakyat miskin tetap menerima bantuan
Perlu dipahami bahwa rencana pada pertengahan tahun ini (Juli 2020) harga subsidi gas melon dicabut (disesuaikan harga pasar), bukan berarti rakyat miskin tidak mendapat perhatian. Justru langkah ini merupakan pembenahan atau penertiban agar anggaran yang dikeluarkan negara untuk menyubsidi golongan/rakyat miskin menjadi tepat guna atau tepat sasarannya. Dengan demikian, rakyat miskin tetap menerima bantuan atau subsidi melalui skema yang diputuskan pemerintah.
Pastinya untuk mencapai tepat sasaran dan tepat guna ini  terlebih dahulu pemerintah menentukan melalui kajian maupun pendataan cermat sehingga data rakyat miskin yang mendapatkan subsidi (bantuan langsung) jumlahnya tercatat secara akurat, bisa dipertangnggung jawabkan.
Lebih lengkapnya, baca ini.
Dampak atas kebijakan baru yang akan diberlakukan pertengahan tahun ini, khususnya menyangkut elpiji kemasan 3 kg (gas melon) di antaranya: anggaran subsidi tentu tidak terus membengkak, efisiensi dapat dilakukan karena hanya mereka yang benar-benar tergolong rakyat miskin (rumah tangga/usaha mikro) yang berhak memperoleh bantuan/subsidi.
Mengutip kalkulasi pemerintah, penghematan diperkirakan mencapai 30 persen dari total subsidi selama setahun. Atau dalam itung-itungannya apabila subsidi dapat dikendalikan sejak awal tahun ini, yaitu dengan alokasi subsidi yang mencapai Rp 50,6 triliun -- maka penghematan subsidi bisa mencapai Rp 15 triliun selama setahun (baca: Kompas, 17 Januari 2020, halaman 14).