Membaca Harian Kompas (30 Oktober 2019, halaman 10) terpampang judul: Kembalikan Jati Diri Bangsa - Â sangatlah menggugah kita semua untuk segera menyadari bahwa belakangan ini nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia semakin luruh.
Hal tersebut dinyatakan oleh sejumlah tokoh terdiri dari cendikiawan, rohaniawan, tetua adat, budayawan, ilmuwan yang juga menyebutkan bahwa kondisi saat ini sudah kritis. Mereka berupaya dengan mufakat mengidentifikasi persoalan dasar untuk mengembalikan jati diri bangsa dalam berbudaya.
Pertemuan nasional dinamakan Mufakat Budaya Indonesia di Jakarta (29 s/d 31 Oktober 2019) dibawah koordinator Radhar Panca Dahana  dihadiri 50 tokoh dari seluruh Indonesia diharapkan dapat memberikan solusi yang akan direkomendasikan pada penyelenggara utama negara.
Nah menurut cermatan penulis, untuk kesekian kali atau berkali-kalinya wacana yang memfokuskan bahwa perlunya kebudayaan disertakan dalam berbagai kegiatan termasuk program diberbagai bidang pembangunan -- namun implementasinya belum banyak menunjukkan ruhnya yang membumi, yang memiliki ciri khas atau nilai-nilai keindonesiaan dengan keragaman sukunya.
Perkembangan jaman dibarengi percepatan ilmu pengetahuan dan teknologi seiring dengan era globalisasi yang terus merasuki wilayah nusantara malahan cenderung "menggerus" nilai-nilai kelokalan sehingga jika tidak disadari lambat laun sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat  kitapun bisa memudar serta kehilangan maknanya.
Kebudayaan dalam tulisan ini bukan hanya dimaksudkan benda yang kasat mata, yang bisa dilihat/ditonton dalam wujud beraneka. Lebih jauh dari itu, kebudayaan penulis artikan sebagai kata kerja (bukan sekedar kata benda berupa tampilan atau tontonan). Â Karena itulah kebudayaan disini dapat dipahami sebagai acuan berpikir dan bertindak. Kebudayaan merupakan pola, pengetahuan yang menjadi dasar atau pedoman manusia dalam bertindak/berperilaku.
Sebagai salah satu contoh dalam konteks wawasan kebangsaan kita masih perlu banyak belajar betapa pentingnya pemahaman kebudayaan. Fenomena konflik horizontal, kekerasan, keserakahan, maraknya ujaran kebencian, hujatan, penistaan dan eksploitasi manusia telah menunjukkan bahwa budaya kita cenderung semakin luntur. Dan banyak peristiwa lain serupa yang menggejalakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan  telah ditinggalkan,
Pantaslah kiranya bilamana para tokoh yang tergabung dalam Mufakat Budaya Indonesia segera tanggap yang nantinya dapat diharapkan bahwa kita tidak selalu diombang-ambingkan jaman yang katanya semakin mengglobal.
Perkembangan dan perubahan jaman yang ditandai hadirnya produk teknologi memang harus kita hadapi, perlu disikapi tanpa harus kehilangan jati diri yang sesungguhnya sudah tertanam dalam kebudayaan yang kita miliki.
Seperti halnya apa yang telah dinyatakan para tokoh dalam Mufakat Budaya Indonesia itu menjadi sangat perlu ditindaklanjuti, bukan hanya sebatas wacana atau narasi tetapi juga harus sampai pada tingkat perilaku yang tercermin dalam praktek pelaku dalam berbagai kegiatannya.
Solusi dan rekomendasi yang akan disampaikan dari hasil pertemuan nasional oleh para tokoh yang tergabung dalam Mufakat Budaya Indonesia kepada  penyelenggara utama negara patut kita apresiasi. Dimulai dari para pengambil kebijakan di tingkat nasional  diharapkan bahwa fokus pembangunan sumber daya manusia (SDM) tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang menyertainya, sehingga kita hidup dalam era kekinian tanpa harus kehilangan jati diri.Â