Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Maraknya Gejala Mental "Proyek"

11 September 2017   17:08 Diperbarui: 11 September 2017   17:30 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era yang terus mengglobal (globalisasi) seperti sekarang, seseorang dalam bersikap dan berperilaku termasuk dalam melakukan aktivitas kerja/kehidupan sehari-hari cenderung didasarkan pada pertimbangan untung-rugi dalam segi pemenuhan kebutuhan materi. Cara-cara praktis dan bahkan pragmatis semakin menggejala mewarnai kegiatan di berbagai bidang.

Di tengah globalisasi yang ditandai pesatnya pertumbuhan industri padat modal dan perdagangan internasional semakin mendorong berkembangnya pembangunan sarana maupun prasarana fisik sebagai pendukung sehingga tidak heran bilamana sekarang banyak ditemui gedung-gedung pencakar langit, gemerlap berbagai aktivitas ekonomi bahkan berlangsung non-stop 24 jam.

Sadar atau tidak dalam kenyataan era globalisasi yang lekat dengan pasar bebasnya telah menumbuhsuburkan para pemilik modal untuk terus leluasa mengembangkan usahanya, bahkan perluasan pasar semakin gencar dan mampu menembus batas negara dengan tujuan menguasai pasar. Gencarnya kapitalisme yang kian merambah kesegala penjuru inilah yang kemudian secara langsung atau tidak telah mempengaruhi gaya hidup maupun pola pikir manusia.

Dalam situasi demikian, materi atau duniawi  telah dikonsepkan sebagai tujuan (bukan sarana penunjang).  Lebih praktis lagi dalam kehidupan semakin banyak orang berorientasikan pada hasil (bukan proses) sehingga pragmatisme semakin tumbuh dan menggejala dimana-mana.

Jangan heran bilamana setiap saat, setiap waktu muncul setiap kali pertemuan antar relasi yang mengemuka adalah ada proyek apa? Bagi-bagi proyek, dong?  Dan pertanyaan sejenis, yang pada intinya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan materi dengan cara spekulasi untuk memperoleh profit yang besar.

Mental proyek kini mulai menggejala dimana-mana. Dan tentunya sah-sah saja hal demikian dilakukan. Masalahnya sekarang adalah sejauhmana proyek dimaknai oleh seseorang yang menjalankannya.

Kalau "proyek" dipandang (dikonsepsikan) sebagai aktivitas yang hanya berorientasikan pada hasil dan pemenuhan kebutuhan materi saja maka bukan tidak mungkin akan terjadi langkah-langkah praktis dengan "menghalalkan segala cara" untuk tujuan keuntungan semata. Inilah  sebagai salah satu awal mula yang sering menimbulkan kasus korupsi maupun penyelewengan-penyelewengan disana-sini.

Berbeda tentunya jika "proyek" diartikan dan dimaknai sebagai pekerjaan yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, dilakukan dengan cara transparan dan akuntabilitas publik sehingga semata mata tidak melulu memikirkan untuk perolehan keuntungan pribadi maupun kelompoknya. Pilih mana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun