Mohon tunggu...
LIST INDY
LIST INDY Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Not a good person but trying to be a better one

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencintai Egomu

6 Juni 2024   13:45 Diperbarui: 6 Juni 2024   13:56 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Wa'alaikum salam. Masuk, Dik," jawab mbak Mira, istri mas Arif.

Dari pintu kamar yang terbuka, Ibu tampak terbaring berselimutkan kain tebal. Wajahnya terlihat renta dengan mata terpejam. Kudekati tempat ibu berbaring, kusentuh lembut lengan beliau. Ibu membuka mata  dan melihat wajahku.

"Ranti...," pekik ibu. Tangannya menggapai leherku dan menarikku ke pelukannya. Air matanya deras mengalir di pipi keriputnya, membasahi kerudungku. Aku tak mampu berkata-kata. Kudekap erat ibu, dan kuciumi wajahnya. Air mataku tumpah.

"Maafkan aku, Nak." Ibu berkata sambil tetap memelukku. " Selama ini ibu terlalu keras padamu. Ibu tak pernah memaklumi pilihanmu. Ibu terlalu egois, Nak. Maafkan ibu..."

Kulepaskan pelukan ibu sambil tetap kupegang lengan kecilnya. Kucium tangannya lalu berkata,

"Tidak, Ibu. Aku yang seharusnya meminta maaf. Aku telah mengecewakan Ibu. Aku dan mas Hasim minta maaf, Bu. Kami belum bisa membahagiakan Ibu seperti mas Arif dan dik Yanti."

Ibu menunjuk meja kecil di sampingnya. Di atasnya nampak berjajar rapi buku-buku bersanding dengan kotak obat ibu.

"Terima kasih kalian telah mengirimkan ini semua. Isi buku-buku ini membuatku merenung. Aku merasa bersalah padamu. Terima kasih, Nak," ujar ibuku.

Aku bingung karena merasa tak pernah mengirimkan buku --buku itu. Aku menoleh ke suamiku, dia tersenyum dan mengangguk. Aku tersenyum haru. Kuraih tangan suamiku, kudekatkan ke tangan ibu. Suamiku berlutut di sampingku. Raut muka ibu tampak bahagia melihat kami berdua.

"Nak Hasim," kata ibu sambil memegang tangan suamiku. "Terima kasih sudah menjaga dan membahagiakan Ranti. Jaga dia, jangan sia-siakan putri dan cucu-cucuku. Maafkan ibu jika selama ini menyakitimu, Nak. Selama ini kau selalu diam dan tak pernah membantahku. Maafkan ibu, Nak."

Suamiku hanya terdiam dan tersenyum. Lalu mencium tangan ibu dengan lembut. Tak ada raut kesal atau marah di wajahnya. Wajahnya teduh dan sejuk memandang wajah ibu sambil tetap tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun