Untuk kesekian kalinya Pemerintahan SBY meluncurkan rencana reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Tak pelak lagi riuh rendah pro kontra mengiringi wacana reshuffle tersebut, terutama dari parpol koalisi yang kursinya bakalan terenggut. Partai Keadilan Sejahtera - PKS - salah satu parpol koalisi Pemerintahan SBY yang terkenal "gaduh" juga tak luput dari kegaduhan politik jelang reshuffle. Alasannya tak lain dan tak bukan adalah untuk tetap berkuasa dari kursi empuk kementrian.
Berbagai manuver dan akrobat politik dilakukan PKS, mulai dari menekankan adanya kontrak khusus antara PKS dan Presiden SBY, yang tidak dimiliki parpol lain hingga mengancam sang Presiden untuk menarik mundur keseluruhan dari 4 menteri asal PKS dari kabinet bila satu saja menteri asal PKS dicopot.
Pertanyaannya, apakah seberani itukah PKS untuk keluar dari kabinet dan koalisi? Apalagi bila mengingat tradisi ancam mengancam sudah menjadi semacam gertak sambal partai yang satu ini. Saat menjelang deklarasi pasangan SBY Boediono, PKS juga mengancam untuk tidak mendukung pasangan ini bila Cawapresnya Boediono, namun di saat saat terakhir PKS akhirnya menjadi pendukung pasangan ini.
Meski terancam kehilangan satu kursi, namun tiga kursi menteri yang lainnya bukanlah jumlah yang sedikit. Posisi menteri tetap menjadi sumber daya ekonomi yang menarik bagi kehidupan dan kesejahteraan parpol. Sehingga kehilangan semua kursi tidaklah menjadi pilihan yang indah meski tampak begitu patriotik. Segala negosiasi kekuasaan pun akan lebih mudah dilakukan bila partai menjadi bagian dari koalisi.PDI Perjuangan yang terkenal konsisten dengan sikap oposisinya pun sempat tergiur dengan tawaran menteri dari pemerintahan SBY karena sumber daya yang bisa diolah dari kursi kementerian tentu bukan main main.
Sementara bagi SBY, pengurangan kursi menteri asal PKS, tidak saja berarti untuk berbagi kekuasaan dengan kekuatan politik yang lain, namun juga untuk memberi sinyal terhadap PKS untuk tidak terlalu "gaduh". Karena PKS ini merupakan partai yang unik, meski menyandang titel sebagai partai koalisi, tapi tingkah lakunya sering menjadi ke-oposisi-oposisi an. Meski PKS mendapat jatah menteri yang cukup banyak, tapi di DPR sering menyerang kebijakan pemerintah bahkan berseberangan.
Memang ancaman mundur PKS terdengar cukup gagah. Namun hanya satu pertanyaan buat mereka. Beranikah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H