"Kak, saya udah makan banyak tapi kok gak gemuk-gemuk?"
Begitu keluahan klien saya. Klien yang masih berusia remaja, yang memang karakteristik usianya mulai memperhatikan penampilan fisik.
Saya mencoba memahami keluhannya, dan mencoba untuk menggali bagaimana kebiasan makan selama ini. Sebagai seorang yang memang menyelami lautan pergizian, pertanyaan itu menjadi wajib saya lakukan sebelum mengarah ke mana-mana.
Sebenarnya, sebelum sesi curhat soal kebiasan makan, saya harus mengetahui status gizi. Hanya saja, karena datang di waktu yang hampir bubar, alat ukur sudah keburu dirapikan. Jika dilihat dari fisik, memang psotur cukup tinggi dan kurang berisi. Subjektif saya.
Soal Makan Banyak, Kira-kira Apa yang Banyak?
Curhatan sudah merasa makan banyak tetapi tidak berdampak pada peningkatan berat badan sudah menjadi "makanan sehari-hari" bagi saya. Ketika digali apa masalahnya, rata-rata hampir sama. Apa?
Ya, saat mencoba mendengarkan cerita soal makan, rupanya makan yang dirasa tidak sepanjang waktu, alias mengorbankan waktu makan yang lain, alias melewatkan makan.
Saat ditanya apa yang dimakan, ternyata juga banyak di zat gizi tertentu. Apalagi kalau bukan si buat kenyang tapi lapar juga, si karbohidrat. Jenis karbohidrat apa yang dipilih? Ternyata yang memang menjadi kewajiban makan orang Indonesia, nasi.
Makan banyak nasi tidak sesederhana akan menaikan berat badan, apalagi ketika melihat pola makan yang berantakan. Yang ada bisa digunakan sebagai cadangan energi ketika tidak makan.
Terkadang ada kecenderungan orang dengan gizi kurang untuk melaporkan makanan secara belebihan alias overestimate. Hal ini juga sering membuat saya menjadi kurang yakin apabila makanan yang diasup apakah benar sebanyak itu. Mendengar dari cerita saja tidak cukup, ditimbang lebih bisa akurat tetapi tentu ini bisa merepotkan.