Karena ada yang berat tapi tidak terhitung, rindu ~
Siapa yang tidak bahagia mendengar kata "paket" dari luar pagar rumah? Paket yang entah sengaja kamu tunggu atau datang dengan cara tiba-tiba, dikirim tanpa kamu pesan terlebih dahulu. Paket yang kadang kala sudah membuat kamu tersenyum hanya melihat nama pengirimnya. Ehem.
Ya. Hari ini kata "paket" jadi sesuatu yang dinantikan. Apalagi di tahun ini, yang membuat kita harus menghadapi dunia dengan cara yang berbeda. Kita yang kemudian menjadikan paket sebagai cara untuk memberi, membeli, sampai menyatakan rindu yang mendalam?
Setahun Tidak Bertemu dan Rindu yang Mengebu-gebu
Sejak pemerintah menyatakan kasus pertama korona di bulan Maret, beberapa kebiasaan jadi tidak biasa lagi rasanya. Bahkan untuk bertemu anggota keluarga sendiri. Hal yang biasanya bebas kini jadi terasa jadi was-was.
Gara-gara pandemi, sudah lebih dari setahun saya tidak bertemu saudara-saudara di kampung halaman. Apalagi saya yang juga merantau dan juga nasib saudara-saudara yang lain. Biasanya momen lebaran adalah waktu paling ditunggu bagi kami, namun pandemi membuat semuanya bubar jalan. Dan itu tidak hanya berlaku bagi saya, kebanyakan juga pasti merasakannya. Senasib sependeritaan.
Masih boleh dikatakan beruntung, karena pandemi hadir di tengah teknologi yang kini sudah banyak berkembang. Kita yang diselamatkan teknologi lewat panggilan video atau suara. Kita yang kini menjadi bergantung pada benda-benda canggih itu. Hanya saja, rasanya memang ada yang kurang bukan?
Memaketkan Rindu dan Bahagia via JNE
Sudah mengaku saja bahwa tahun ini memang ada yang (banyak) berbeda.
Bahwa perjumpaan lewat teknologi masih belum cukup untuk membayar rindu yang semakin hari semakin bertambah bahkan berbunga-bunga, tapi tidak membuat kita kaya raya. He he he.