"Jangan macam-macam. Mungkin rasa kebangsaanku lebih tebal dibandingkan anda yang mengaku asli Indonesia."
Begitu dikutip dari buku Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi di halaman 72. Sebuah pernyataan dari seorang prajurit yang kini bukan lagi "mungkin", tetapi memang sudah terbukti memiliki rasa kebangsaan yang begitu tebal bagi bangsa ini, Indonesia.
Bagian Masa Lalu yang Tidak Akan Pernah Dilupakan
Sejak tahun 1945, tanggal 5 Oktober menjadi salah satu tanggal penting bagi kita. Hari lahirnya Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Di usianya yang kini sudah 75 tahun, tidak ada salahnya jika kita mengenang perjalanan masa lalu yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Salah satunya tentang perjalanan singkat dari seorang prajurit TNI yang tiada lagi kini raganya, namun meninggalkan pelajaran tentang mencintai tanah air yang sesungguhnya dan tidak akan kita lupa jasa-jasanya.
Namanya Pierre Andries Tendean atau Pierre Tendean. Pierre yang dibaca Pi-yer.
Melangkah mundur ke 55 tahun lalu, itulah masa di mana HUT TNI dilangsungkan pada suasana paling menyedihkan di usia kemerdekaan kita yang begitu muda.
Perayaan yang sejatinya penuh suka cita menjadi duka dan air mata, karena hari tersebut merupakan hari pemakaman jenazah para pahlawan revolusi korban di Kalibata. Termasuk Pierre Tendean, ajudan Jenderal Nasution, yang turut menjadi salah satu korban.
Insiden salah tangkap, yang sebenarnya bisa ia akui saat itu, namun tidak pernah terjadi. Pierre Tendean yang rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan sang Jenderal atau lebih luas lagi demi bangsa dan negara yang begitu cinta.
Di usia yang muda, masih dua enam tahun. Beliau gugur sebagai bunga bangsa yang harumnya abadi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!