Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Curhat: Sedih, tapi Ramadan Kali Ini Bukan Hanya Saya yang Tidak Mudik

5 Mei 2020   22:06 Diperbarui: 5 Mei 2020   22:06 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | unsplash.com

Bahkan kami masih mampu mempertahankan untuk berpuasa, walau kami bisa digolongkan sebagai musafir yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena jarak tempuh yang lebih dari 80 kilometer.

Bapak selalu menyetir mobil dengan santai. Maksudnya tidak dikejar waktu, asal sampai dengan selamat. Pom bensin dan masjid yang kami temukan di sepanjang jalan adalah dua tempat favorit kami singgah untuk beristirahat dan melakukan salat. Kalau sedang tidak diperbolehkan berpuasa, saya sering meminta Bapak untuk mampir membeli dawet ayu asli Banjarnegara. Sedaaap. 

Sepertinya memang kami lebih sering sengaja menghabiskan waktu di jalan sampai dekat waktu berbuka puasa. Jadi sampai di rumah Nenek, kami langsung bebas membayar semua lapar dan dahaga. HEHE.

Saat kami sampai rumah Nenek, itulah salah satu pertanda kedatangan yang lain. Biasanya akan disusul dengan saudara saya dari Jakarta -yang mengirim pesan pada saya tadi.

Yang tahu-tahu sewaktu saya terbangun dari sofa ruang tamu untuk sahur, suara saudara saya  sedang menceritakan apa yang terjadi di perjalanan sudah terdengar. 

Oya, di rumah Nenek saya memang lebih suka tidur di sofa. Sofa yang melegenda karena sudah ada sejak saya kecil. Anehnya, tidur di sofa Nenek tidak lalu membuat saya terjatuh di kala tidur. Ternyata saya anteng juga.

Pokoknya mudik selalu berhasil membuat keramaian di rumah Nenek. Kami yang heboh memanen jeruk di depan rumah. Kami yang berebut makan bakwan kala buka puasa. 

Kami yang mengantre untuk saling meminta maaf kala lebaran tiba. Untuk memberikan gambaran bagaimana ramainya kami ketika mudik di rumah Nenek, di bawah ini adalah momen lebaran tahun lalu yang sempat saya rekam tetapi diunggah oleh kakak di youtube-nya. Kangen.


Ramadan kali ini rupanya menyuruh saya untuk mengenang momen-momennya dulu. Membuat makin sadar bahwa menjadi mudik itu tidak sesederhana hanya pulang ke rumah Nenek lalu kembali lagi. Tiap mudik selalu ada cerita yang mengikutinya. Selalu ada kenangan yang minta dibawa juga sebagai oleh-olehnya.

Sulit memang menjadi tidak mudik. Apalagi mendengar kabar Nenek yang inginnya semua berkumpul. Anak-anaknya. Cucu-cucunya. Cicit-cicitnya.  Jadi ada sedih-sedihnya. Tetapi mau bagaimana lagi  jika keadaannya membuat tidak mudik adalah jalan terbaik yang diajarkan tahun ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun