Bahkan kami masih mampu mempertahankan untuk berpuasa, walau kami bisa digolongkan sebagai musafir yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena jarak tempuh yang lebih dari 80 kilometer.
Bapak selalu menyetir mobil dengan santai. Maksudnya tidak dikejar waktu, asal sampai dengan selamat. Pom bensin dan masjid yang kami temukan di sepanjang jalan adalah dua tempat favorit kami singgah untuk beristirahat dan melakukan salat. Kalau sedang tidak diperbolehkan berpuasa, saya sering meminta Bapak untuk mampir membeli dawet ayu asli Banjarnegara. Sedaaap.
Sepertinya memang kami lebih sering sengaja menghabiskan waktu di jalan sampai dekat waktu berbuka puasa. Jadi sampai di rumah Nenek, kami langsung bebas membayar semua lapar dan dahaga. HEHE.
Saat kami sampai rumah Nenek, itulah salah satu pertanda kedatangan yang lain. Biasanya akan disusul dengan saudara saya dari Jakarta -yang mengirim pesan pada saya tadi.
Yang tahu-tahu sewaktu saya terbangun dari sofa ruang tamu untuk sahur, suara saudara saya sedang menceritakan apa yang terjadi di perjalanan sudah terdengar.
Oya, di rumah Nenek saya memang lebih suka tidur di sofa. Sofa yang melegenda karena sudah ada sejak saya kecil. Anehnya, tidur di sofa Nenek tidak lalu membuat saya terjatuh di kala tidur. Ternyata saya anteng juga.
Pokoknya mudik selalu berhasil membuat keramaian di rumah Nenek. Kami yang heboh memanen jeruk di depan rumah. Kami yang berebut makan bakwan kala buka puasa.
Kami yang mengantre untuk saling meminta maaf kala lebaran tiba. Untuk memberikan gambaran bagaimana ramainya kami ketika mudik di rumah Nenek, di bawah ini adalah momen lebaran tahun lalu yang sempat saya rekam tetapi diunggah oleh kakak di youtube-nya. Kangen.
Ramadan kali ini rupanya menyuruh saya untuk mengenang momen-momennya dulu. Membuat makin sadar bahwa menjadi mudik itu tidak sesederhana hanya pulang ke rumah Nenek lalu kembali lagi. Tiap mudik selalu ada cerita yang mengikutinya. Selalu ada kenangan yang minta dibawa juga sebagai oleh-olehnya.
Sulit memang menjadi tidak mudik. Apalagi mendengar kabar Nenek yang inginnya semua berkumpul. Anak-anaknya. Cucu-cucunya. Cicit-cicitnya. Jadi ada sedih-sedihnya. Tetapi mau bagaimana lagi jika keadaannya membuat tidak mudik adalah jalan terbaik yang diajarkan tahun ini?