Nah, ternyata di sini kebanyakan masalahnya ada di kamu yang terlalu mengada-adakan perasaan. Jangan terlalu buru-buru mengaitkan semuanya dengan hati. Karena kamu pasti sudah pahamkan, bermain hati harus hati-hati.
Kalau yang seperti ini dijadikan kebiasaan, ya pantas saja kalau kamu jadi selalu merasa ada dipihak korban. Diposisi yang selalu ngenes. Merana seolah dunia tidak pernah berpihak padamu. Duh jangan gitu ya, sayang.
Ah iya, setelah itu nasib seseorang yang meninggalkanmu tadi pasti akan selalu jadi kambing hitammu kan? Jangan biasakan menyalahkan orang lain. Tuman.
Lalu, yang gimana sih yang bisa disebut dengan sebenar-benarnya korban dari kasus ditinggal sayang-sayangnya?
Kamu boleh mengatakan jadi korban jika kamu sudah diajak membahas hubungan masa depan sama dia. Sudah terpapar harapan dan janji-janji manisnya. Pokoknya hal-hal yang sudah membuat sama-sama nyaman. Jadi bukan hanya kamu yang merasa.
Seperti sudah diajak jalan sambil digenggam tangannya; sudah tidak canggung makan berdua dan saling membicarakan kesibukan hari-hari yang kalian lalui; diberi perhatian walau hanya lewat chat dari pagi sampai pagi lagi; mendadak telepon singkat hanya karena alasan ingin mendengarkan suaramu untuk mengawali hari; dan segala bentuk perhatian yang menunjukkan bahwa kalian sama-sama saling membutuhkan dan menemukan.
Tanpa dipaksakan, semua himpunan kejadian-kejadian itu kemudian melahirkan panggilan 'sayang' diantara kamu dan dia deh.
Nah klau sudah begini, ketika salah satu diantara kalian tiba-tiba menghilang. Sah! Kamu ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Dia yang tadinya sedekat sabtu ke minggu menjadi januari ke desember
Menyebalkan ya? Mau tidak dikatakan tapi begitulah kenyataannya. Sudah dibuat baper ternyata ujungnya membuat nangis kejer. Sudah disayang malah menghilang. Nasib-nasib.
Dahlah. Daripada mencari-cari siapa yang harus jadi salah, lebih baik mohon dijauhkan saja dari yang seperti ini, yakhan? Lagipula tidak semua harus dijelaskan, tapi cukup dimengerti.
Salam,