Karena bisa mengendarai motor saja tidak cukup
Kalau dilihat dari kepemilikan SIM, saya memang tergolong pemula. Baru memiliki sejak tiga tahun yang lalu. Namun untuk soal berkendara khususnya roda dua alias motor, bolehlah dikatakan sudah cukup berpengalaman dengan jam terbang yang cukup lumayan.
Pulang pergi Temanggung-Semarang-Temanggung atau Temanggung-Jogja-Temanggung itu adalah jalur yang biasa saya lahap. Jarak keduanya hampir mirip, Sekitar 140 kilometer-an kalau nglaju -tetapi setelahnya welkom boyoken/nyeri punggung bagian bawah. HAHA.
Meski sempat tidak diizinkan karena orangtua merasa anaknya belum mantep, akhirnya memang baru diawal 2016 dengan kesungguhan dan modal nekat saya buktikan bahwa saya telah siap dan mampu menaklukan jalan raya yang sesungguhnya.
Waktu itu adalah jalan arah Semarang, yang kalau boleh dikasih level itu sudah kategori ''hard'' karena saingannya bukan sekadar motor atau mobil, tetapi bus dan tronton panjang yang kalau mau diselip atau dibelakangnya suka bikin deg-degan. Dan Ya.. Alhamdulilah, berhasil saya buktikan.
Hal ini kemudian secara langsung membuat jam terbang saya makin terus bertambah sampai sekarang, jadi makin lihai walau tetap saja tidak bisa bergaya belut kalau macet-macetan. #eh
Setelah keberhasilan itu, kepercayaan orangtua untuk melepas anaknya (saya) turun ke jalan jadi makin tinggi. Saya sudah diperbolehkan kemana-mana asal harus tetap hati-hati.
Hal-hal yang Biasa Saya Temui Ketika Berkendara
Sepanjang pengalaman berkendara roda dua, ada hal yang sudah sering kali saya temui. Awalnya memang sempat ingin menghindar, maklum bagi pengendara perempuan seperti saya yang tidak terlalu mengerti dunia otomotif inginnya tidak mau ribet dan tahu jalan saja.
Namun namanya masalah memang tidak pernah bisa diatur kapan bisa datang, yang mau tidak mau kalau sudah terjadi harus saya atasi sebagai sebuah risiko.
Nah, berikut barangkali bisa jadi pedoman atau hal dasar untuk melakukan sesuatu bagi kalian terutama kaum yang segolongan (ciwik-ciwik) pengendara motor ya.