Pernah karena seseorang...
Ada masa-masa puncak dimana saya sangat begitu menantikan dan sangat takzim mendengarkan radio. Waktu itu zaman unyu, masih mengenakan seragam putih abu. Ya, dulu alasan saya begitu menyenangi sampai-sampai tak pernah melawatkan untuk berada di depan radio di jam-jam tertentu adalah karena seseorang dibalik meja penyiar itu. Ehem.
Pun karena seseorang tersebut, saya pernah mengalami masa-masa membenci radio. Saya membenci radio setiap saya dan dia sedang punya masalah sampai kemudian puncaknya saya pernah menjadi muak dengan radio yaitu ketika kami berujung udahan.
Kala itu suaranya hanya membuat saya terbayang sakit yang ia buat. Maaf yang ia katakan lewat gelombang elektromagnetik rasanya juga sudah percuma walau kadang luluh sih. Woy, malah curhat, woy! Haha. Sudah ya, sudah itu mah zaman old, baheula.
Hari ini, Kamu Masih Mendengarkan Radio, Nggak?
Saya masih. Tulisan ini pun dibuat dengan ditemani mas-mbak penyiar yang asik sendiri. Entah orang mau mengatakan saya jadul atau apa, silakan. Haha. Sebab yang terpenting bagi saya adalah radio ternyata bisa menjadi seorang teman baik terutama dalam kondisi seperti ini, ketika saya cuma berada di tempat bernama kosan. Gitu deh, meski sempat musuhan, ternyata saya tahu bahwa radio memang laik disuka meski tanpa harus beralasan karena ada seseorang.
Ya..
Barangkali memang karena menjadi jauh dari rumah alias menjadi anak kos adalah waktu dimana saya jadi kembali jatuh cinta pada radio. Apalagi saya memang tidak terlalu menyukai kesepian, sepertinya ada yang kurang saja begitu kalau nggak ada rame-ramean, berasa' krik...krik..krikk'. Terlebih keberadaan radio juga tak terlalu mengganggu konsentrasi saya ketika saya menyalakannya sembari mengerjakan tugas kuliah atau membuat tulisan seperti sekarang. Tidak seperti televisi, yang tampilan visualnya banyak menggoda untuk diikuti oleh lensa mata. Eh emangnya acara televisi yang bagus, apa?
Pun didukung perkembangan radio hari ini, terutama soal penampakannya. Dibandingkan yang dulu, radio hari ini sudah jadi lebih praktis. Saya tidak perlu susah-susah mengangkut barang berbentuk balok berantena yang dihiasi putaran-putaran untuk mengubah frekuensi, karena radio hari ini telah menjadi bagian yang menyatu pada gawai seperti smartphone. Hal yang membuat mendengarkan radio cukup dengan sentuhan jari dan membawanya pun cukup mengandalkan kekuatan genggaman,cukup dipegang.
Radio-radio hari ini pun tidak lagi dibatasi oleh lokasi. Berkat adanya internet, radio dimanapun jadi makin mudah untuk diakses alias bisa streaming gitu. Mau mendengarkan radio Jakarta atau bahkan luar negeri dari Jogja, bisa. Mau mendengarkan si dia katakan cinta, itu mungkin butuh waktu. #lha . Singkatnya, itulah sebab saya masih mendengarkan radio sampai hari ini. Sampai sekarang di zaman beli kuota lebih penting daripada pulsa.
Dari Radio, Saya Belajar Menjadi Pendengar yang Baik