Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Rokok Itu Murah, tetapi Sehat Bukan Hal "Murahan"

7 Oktober 2015   22:18 Diperbarui: 14 Agustus 2020   10:14 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Kebutuhan Rokok Lebih Penting dari Makan

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan seorang pasien yang memiliki keluhan sesak nafas (dyspnea). Sebut saja Tuan N, berusia 64 tahun. Waktu saya temui, beliau terlihat berbaring lemas dan terpasang alat bantu bernafas (selang oksigen). Meski dalam kondisi yang lemas, beliau masih dalam keadaan compos mentis / sadar normal. Setelah saya membaca diagnosis medis, beliau didiagnosis PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronis) .

Setelah menanyakan keluhannya, saya mulai mencoba melakukan skrinning gizi untuk mengetahui berisiko malnutrisi atau tidak. Beberapa pertanyaan yang dapat mewakili risiko pasien pun dijawabnya, dan hasilnya Tn N memiliki risiko untuk malnutrisi karena adanya penurunan berat badan yang tidak dikehendaki dan penurunan nafsu makan beberapa akhir ini.

Meski dalam keadaan lemas, beliau mengiyakan untuk ditimbang berat badannya. Mungkin penasaran, karena tidak pernah ditimbang sejak lama. Berat badannya hanya 51 kilogram. Menurut pengamatan anaknya, semenjak sakit Tn N memang terlihat makin kurus dan beliau pun mengakui bahwa bajunya kini makin terasa longgar.

Berlanjut ke tahapan selanjutnya, saya pun mulai mengkaji lebih dalam dan mencoba menelusuri masa lalunya. Kebiasaan makan sebelum sakit menunjukan beliau memang  kurang asupan baik dari segi makro dan mikro. Beliau juga mengaku lebih suka meminum kopi ketimbang air minum, dan dalam sehari empat gelas bisa beliau habiskan. Meski riwayat penyakit sebelumnya dan keluarga disangkal. Faktor utama yang dapat menjadi pencetus munculnya penyakit ini adalah kebiasaan merokoknya, yaitu sebanyak 2-3 bungkus/hari.

Awalnya saya sempat tak percaya dengan apa yang beliau katakan. Namun diperkuat pernyataan keluarga yang ada disana,  saya tak bisa menyangkalnya juga. Pendapatan yang hanya 60.000/hari sebagai pekerja kasar tidak membuatnya berhenti merokok. Sesekali saya menggoda istri beliau , “Jadi, 60 ribu itu belum di potong rokok ya bu?”. Ibu tersebut hanya tersenyum dan mengiyakannya.

Saya percaya, semua tahu bahaya rokok itu apa. Begitupun Tn N yang saya tanya,“Selama ini bapak tahu bahaya rokok?”.

“Iya tahu..”, jawabnya.

“kalau gak makan gapapa, tapi kalau gak ngerokok malah lemes”, anak laki-lakinya menambahkan.

***

Karena Merokok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun