Lulus sarjana dari sebuah Fakultas Hukum di Universitas Negeri dengan predikat cumlaude, kupikir rasanya sangat membanggakan. Nyatanya, ribuan mahasiswa di luar sana berhasil mencapai IPK yang jauh lebih tinggi. Entah aku yang terlalu naif memandang hidup, atau memang karena terlalu ujub. Maklum, anak muda. Ambisi berapi api, nyatanya perjalanan hidup yang sesungguhnya belum dimulai.Â
Lulus kuliah, mendapati persaingan kerja yang begitu sengit. Entah sudah ratusan bahkan ribuan Curriculum Vitae (CV) aku sebar. Satupun belum ada yang berhasil. Jadilah aku menyandang gelar baru "PENGANGGURAN". Sedih memang, terlebih mengingat orang tua sudah berjuang begitu hebatnya untuk meluluskanku menjadi sarjana. Harapan ingin membuat ibu bangga dan bekerja membantunya, tidak kusangka harus tertunda.
Cukup lama aku menganggur, kurang lebih 6 bulan. Ibu menjadi satu - satunya tulang punggung sejak perpisahannya dengan ayahku. Kerjaanku saat itu, bangun tidur, dan seharian menghadap laptop mencari lowongan kerja. Sedih, sulit, merasa tidak berguna. Sampai singkat cerita, aku berpikir untuk mengisi waktu dengan mengikuti seleksi sebuah relawan sebuah komunitas mengajar. Ini menarik perhatianku, karena selama menjadi mahasiswa kupu - kupu, hari - hariku hanya kuliah-kos-dan tugas. Ada yang sama?Â
Komunitas mengajar menjadi wadah untukku berkembang dan berdaya. Dari sana, aku mengenal banyak relawan lain yang memiliki passion tentang pendidikan. Kita saling berbagi ilmu, berbagi cerita, dan dalam kasusku pribadi- aku menjadi sadar bahwa meski pun statusku pengangguran, ada bagian yang aku berikan untuk pendidikan negeri di lingkungan kecil itu.
Perjalanan hidup kemudian membawaku merantau jauh ke Ibukota. Dari kota Solo, Jawa Tengah. Aku lulus menjadi seorang Aparatur Negara. Lagi dan lagi, kesannya hebat sekali. Tidak sedikit orang yang menyanjung betapa inginnya mereka memiliki anak seorang Pegawai Negeri. Aku sendiri hanya mengikuti harapan ibu. Katanya, menjadi PNS akan membuatmu nyaman di hari tua. Benarkah? Aku sendiri tidak tahu, saat ini aku belum pensiun. Semoga benar ya yang ibuku bilang. Menurut kamu bagaimana?
Usiaku saat ini menuju 32 tahun. Sudah menjadi seorang ibu. Sudah tidak se-ambisius dulu. Hari - hariku terasa monoton. Bangun-memasak - bekerja - pulang - bermain dengan anak - tidur - bangun lagi - terus berulang. Aku mencapai titik perasaan dimana hidupku sudah terlalu hening. Lingkunganku sangat terbatas. Adakah dari kamu merasa hal yang sama sepertiku?Â
"KADANG RINDU MASA DULU. TAPI KITA LUPA, PERJALANAN SUDAH MEMBAWAMU PADA TITIK YANG DULU DIPERJUANGKAN" Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H