Pemerintah Indonesia menerapkan beberapa kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan Indonesia. Kebijakan tersebut mencakup kebijakan pembangunan ekonomi dan kebijakan perekrutan tenaga kerja. Hasil penelitian terdahulu yaitu yang dikemukakan oleh Hermuningsih (2005) mengemukakan bahwa pasca jatuhnya pemerintahan Soeharto, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang dominan berorientasi kapitalis. Pemerintah Indonesia menerima pandangan Rostow mengenai lima (lima) tahap pembangunan ekonomi, yang kemudian diwujudkan dalam program pembangunan lima tahun dan program pembangunan jangka panjang. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia karena perusahaan-perusahaan besar yang ada tidak mampu menyerap tenaga kerja Indonesia. Namun pada tahun 2019, pangsa angkatan kerja (7 juta orang) mengalami penurunan (dari 5,34 persen menjadi 5,28 persen). Sebab, meski dalam periode yang sama, jumlah pekerja pada Agustus 2019 lebih banyak (197,92 juta) dibandingkan tahun 2018 (194,78 juta). Pada Agustus 2019, berdasarkan data BPS juga terungkap bahwa tingkat pengangguran lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) paling tinggi (10,42%). Lalu ada lulusan perguruan tinggi (7,95%), lulusan perguruan tinggi (5,99%) dan lulusan perguruan tinggi (5,67%). Tingkat pengangguran di perkotaan sebesar (6,31%) dan di pedesaan (3,93%). Hasil 5 (lima) kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menunjukkan tren penurunan angka pengangguran, namun bukan berarti permasalahan pengangguran di Indonesia baru saja berakhir. Mengingat pertumbuhan jumlah penduduk dan angkatan kerja setiap tahunnya, maka diperlukan upaya dan langkah konkrit pemerintah untuk mengatasi akar masalah pengangguran agar pengangguran tidak terulang (hilang) dan masa depan penduduk di Indonesia lebih baik..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H