Mohon tunggu...
Lisiana Permadi
Lisiana Permadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - D sharia economics student who likes new things

It's fine to take things slowly, we'll find a lot in it

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia Jalin Kerjasama dengan Berbagai Negara Terkait Sertifikasi Halal Global

14 Maret 2022   13:07 Diperbarui: 14 Maret 2022   13:09 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Regulasi Halal Indonesia hingga Internasional

Menurut World Population Review, jumlah  muslim di dunia pada tahun 2021 telah mencapai 1,9 miliar jiwa yang berarti 24 persen dari total penduduk di seluruh dunia menganut agama Islam. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat selama dua dekade ke depan dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 1,5%. Jika tren saat ini terus belanjut, muslim akan menjadi 26,4% dari total proyeksi populasi dunia yaitu 8,3 miliar pada tahun 2030.

Hal ini jelas memberikan dampak pada tingginya konsumsi produk dan jasa berbasis halal. Konsumsi dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menggunakan barang dan jasa. Konsumsi dalam teori ekonomi konvensional didasari oleh prinsip utilitiarisme yang mengedepankan kepuasan pribadi, sedangkan dalam ekonomi islam tidak menjadikan konsumsi sebagai alat untuk memenuhi kepuasan saja, tetapi juga sebagai sarana untuk mencukupi kebutuhan manusia dengan tujuan ibadah. Seorang muslim memiliki norma yang harus ditaati dalam mengkonsumsi suatu produk yang terpenuhi dari segi kehalalannya.

Dengan adanya gaya hidup halal, masyarakat dunia berpengaruh pada permintaan produk halal. Banyak negara berkonsentrasi pada bisnis penyedia produk halal. Perkembangan industri produk halal juga terjadi di negara dengan penduduk muslim sebagai minoritas, seperti di Amerika Serikat. Namun pola belanja dan konsumsi pangan disesuaikan dengan ketentuan standar halal. Banyak penduduk non-muslim yang juga mengonsumsi produk halal karena terjamin dari aspek kebersihan dan kesehatannya.

Tumbuhnya tingkat permintaan terhadap produk halal merupakan pertanda bahwa konsep halal dipahami sepenuhnya oleh pelaku industri. Namun, bisnis produk halal dalam negeri saat ini sebagian besar masih didominasi oleh impor. Untuk itu, dibutuhkannya Jaminan Produk Halal global. Dengan mempertimbangkan hal tersebut,Kementrian Agama Republik Indonesia  pada tanggal 4 Februari 2022 bersama perwakilan dari 18 kedutaan besar negara sahabat di Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion ( FGD ) dengan topik "Kerja Sama Internasional terkait Sertifikasi Halal di Indonesia". Perwakilan ini adalah utusan dari Australia, Belgia, Denmark, EU, Hongaria, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Norwegia, Prancis, Singapura, Swedia, Selandia Baru, Tiongkok, dan Vietnam.

Kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2013 tentang Jaminan Produk Halal, telah membawa perubahan besar terkait kebijakan dan implementasi Produk Halal di Indonesia. Sertifikasi halal saat ini menjadi kewajiban bagi sebagian besar produk yang akan masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia. Aturan ini juga berlaku untuk produk impor dari berbagai negara yang masuk ke pasar Indonesia. BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) saat ini telah menerima banyak permintaan dan banyak proposal kerja sama di berbagai negara di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun