Rutinitas dalam kehidupan tiap manusia tentunya berbeda antara manusia satu dengan yang lain. Seorang sopir taksi yang menunggu penumpang di area pos taksi akan sesekali merasakan gusar ketika sang penumpang tak kunjung datang. Begitupun seorang nelayan yang tak kunjung mendapatkan ikan dalam jaring yang telah dioperasikannya.
Dalam hal ini adalah pengalaman yang sempat terlontar dari salah seorang penghafal Al-Quran yang telah menyelesaikan hafalannya, namun sampai saat ini belum dirasa kualitas hafalan yang ia dapatkan belum maksimal karena memang ada beberapa bagian yang lemah bahkan hilang.
Sama seperti yang dirasakan oleh sopir taksi ataupun penelayan yang terus berjuang mendapatkan hasil dari apa yang ia impikan, hafidz ini juga pernah merasakan kegelisahan entah itu perasaan bersalah atas hafalan yang hilang ataupun tuntutan dari lingkungan.
Satu hal menarik disini adalah ketika seorang santri dari salah satu pondok pesantren Qur’an yang telah boyongan (meninggalkan pondok), sementara hafalan yang ia dapatkan belum selesai, bermasalah, atau bahkan banyak yang lupa. Hal ini adalah fenomena menarik dari santri pondok pesantren Qur’an. Boyongan yang dilakukan juga dilatar belakangi oleh banyak hal, entah itu karena memang diminta pulang oleh keluarga (terutama orang tua), keputus asaan (merasa sudah tidak mampu menghafalkan Qur’an), menikah (hal ini banyak faktor antara lain karena faktor umur yang memang sudah ideal), atau memang karena faktor pendidikan (ingin melanjutkan ke pendidikan formal yang lebih tinggi jenjangnya).
Kegelisahan yang dialami salah seorang Hafidz ini adalah ketika ia kembali ke masyarakat dan pihak masyarakat memiliki anggapan bahwa ia adalah seorang Hafidz 30 juz yang telah menguasai Al Qur’an dan juga mampu untuk mengejarkannya.
Seperti adat kebiasaan di kampung halamannya yang memang telah menjadi hal wajib setiap sebulan sekali diadakan khataman bil ghoib oleh seorang yang sudah khatam 30 juz (hafidz). Beban besar seakan dipikul olehnya karena memang posisi yang ia hadapi adalah tuntutan berupa tugas dari masyrakat padanya, sementara ia sendiri merasa belum memiliki kemampuan untuk itu.
Hal ini juga yang dirasakan oleh sopir taksi ataupun penelayan yang tengah berjuang untuk mencari nafkah sekedar untuk makan tiap harinya. Ketika ia tidak mendapatkan hasil maka beban yang berat tentunya akan menimpanya karena keluarga yang menunggu di rumah sangatlah mengandalkannya.
Hal tersebut adalah beberapa hiasan kehidupan yang terjadi pada anak manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H