Kedatangan Bapa Suci Paus Fransiskus sungguh membawa energi yang menggetarkan jiwa.
Hidup di negara indonesia menjadi minoritas tak menjadi aral, karena bersyukur bahwa bhineka tunggal ika mau menjadi dasar dalam merayakan keragaman ini.
Seperti anak hilang dalam Lukas 15:11-32, seorang anak begitu bersukacita bertemu kembali dengan Sang Bapa yang begitu mengasihi dan menerima dengan hati yang tulus. Kedatangan anaknya yang hilang setelah sekian lama memisahkan diri dariNya karena lebih memilih dunia dan segala hingar bingarnya.
Sang Bapa yang mau merendahkan hati selaras bumi merendahkan diri sebagai tempat pijakan dan merelakan diri sebagai tempat tumbuh yang subur.
Jiwa yang lama tenggelam dalam berbagai ego diri dan ingin menang sendiri. Hati yang cepat tersulut amarah manakala suara menyentil rasa. Dan ketika sang Bapa itu datang, semua itu seolah dibersihkan oleh energi kasihnya yang membawa damai. Bukan hanya saya, tetapi banyak jiwa bahkan yang tidak sepahampun merasakan dan meresapinya dalam diam.
Sebuah refleksi iman yang mendalam, manakala, raga merasa tidak pernah puas dengan keberadaannya dan terus menggedor kedagingan untuk terus diisi, kehadirannya membuat jiwa jiwa yang layu resah kembali bangkit dalam sukacita tak bermuara.
Bagi saya ini menjadi jawaban doa banyak jiwa. Doa memohon kehadiran dan kedatangan Tuhan untuk menuntun langkah kaki yang layu dan hampir jatuh. Harapan akan datangnya cahaya yang hampir redup dan tenggelam. Sang Bapa tidak pernah terlambat, waktunya tepat, Ia pasti datang, karena semua akan indah pada waktunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H