Mohon tunggu...
Lisa Yuliani
Lisa Yuliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Administrasi Pendidikan Universitas Jambi

Seorang mahasiswi yang ingin selalu mencobain cobaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ujian Nasional Mengajarkan untuk Menghapal, Bukan Berpikir Secara Kritis

27 Mei 2021   09:15 Diperbarui: 27 Mei 2021   09:24 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mentri Pendidikan Indonesia Nadiem Makarim resmi menghapuskan Ujian Nasional ditahun 2021. Dilansir dari Tribunnews.com, Rabu, 11 November 2019, Nadiem meresmikan penghapusan Ujian Nasional untuk angkatan 2021 karna ia menyebutkan untuk pelajar 2020 masiih diberlangsungkan dikarenakan mereka telah mempersiapkan diri. Dan Nadiem juga mengatakan bahwa pada tahun 2021 ujian nasional akan digantikan dengan asesmen kompetensi minimum dan survey karakter.

Namun apakah Ujian Nasional ini layak dihapuskan atau tidak? Menurut saya Ujian Nasional ini layak untuk ditiadakan. Karna fakta di lapangan Ujian Nasional ini mengajarkan kita untuk berbohong, bahkan sekolahpun mendukung dan membocorkan jawaban karna mereka tidak ingin sekolahnya mendapatkan nilai jelek di mata nasional. Sekolah berlomba-lomba untuk memperlihatkan bahwa sekolah mereka lah yang memiliki kualitas bagus dengan nilai Ujian Nasioal siswanya tingi-tingi.

Ujian  Nasional juga mengajarkan kita untuk terus menghapal, soal ujian nasional yang mengharuskan kita untuk menjawab pertanyaan secara benar. Padahal dikehidupan kita sehari-hari kita terbiasa dengan berasumsi, namun disekolah kita di ajarkan untuk menghapal. Ketika lulus dari sekolah, hal ini yang membuat mereka terjebak untuk memikirkan ide, karna memang tidak pernah di ajarkan di sekolah. Di soal ujian nasional juga tidak ada diajarkan untuk building raport. Harusnya sekolah mengajarkan siswa untuk berpikir kritis, namun yang ada ialah menghapal apa yang sudah dipelajari.

Hal ini mematikan siswa karna semua siswa dituntuk untuk menjawab semua dengan benar. Padahal menuut saya semua peserta didik itu memiliki skillnya masing masing. Ibaratkan hewan di bumi ini, jikalau semua disuruh untuk berenang jelaslah ikan yang akan menang, bagaimana denga kucing dan yang lain apakah mereka tidak memiliki skil? Jelas mereka memiliki di daerahnya masing masing. Begitulah siswa, tak semua siswa yang tidak bisa matematika bisa dibilang mereka bodoh, melainkan mereka pintar di sisi lain seperti seni, music dan lainnya.

Ujian Nasional juga bisa melemahkan mental peserta didik dikarenakan sebelum mengikuti ujian mereka strees memikirkan ujian tersebut. Ia mendapatkan tekanan dari orang tuanya agar bisa mengikuti ujian dan mendapatkan nilai yang membanggakan. Dilansir dari detiknews.com pada minggu, 19 mei 2013 salah satu siswi  SMP PGRI Depok Jawa Barat, tewas gantung diri karna kekwhawatiran yang berlebihan tidak lulus Ujian Nasional.

Hal ini sangatlah tidak baik untuk pendidikan di Indonesia. Bapak Nadiem membuat keputusan yang sangat bagus, ia mengubah apa yang sudah terikat bertahuh- tahun menjadi sesuatu gubrakan baru untuk pendidikan di Indonesia. Karna selain mengurangi kebohongan dan stress mental menghadapi Ujian Nasional. Kebijakan ini merupakan salah satu loncatan agar pendidikan di Indonesia bisa lebih maju dan peraturan yang biasa yang berdampak luar biasa bagi siswa dan elemen sekolah. Masih banyak fakta dilapangan menunjukkan sebagian orang lulus sekolah bingung mau ngapain kedepnnya. Tujuan hidup yang tidak jelas yang penting kerja, buat cari duit, buat makan dan buat bertahan hidup. Tapi mereka tidak menghayati mereka hidup buat apa, circle of life.  Masih banyk orang dewaasa belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, masih belum bisa membedakan mana proriatas yang harus didahulukan dan mana yang masih harus ditunda. Masih banyak orang dewasa yang di prioritaskannya mostly ego. Ego yang akan mengatakan siapa yang benar, bukan apa yang benar. Inilah dampak ketika disekolah hanya menghapal apa yang dipelajari tapi bukan diajarkan berpikir secara kritis..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun