Kalau berbicara tentang kebajikan, otakku refleks terhubung dengan cinta pertamaku. Beliau adalah papa  yang selalu kubanggakan.
Beliau mengajari kami bukan hanya teori tetapi beliau memberikan contoh nyata.
Masih ingat kala itu, ada botol pecah di jalan. Kami tinggal di kampung yang tukang bersih-bersih jalanan jarang, bahkan mungkin tidak ada. Papaku dengan cepat segera membereskannya sampe jalanan bersih seperti semula. Padahal botol pecah itu tidak di depan rumah kita. Tapi di depan rumah tetangga.
Timbul keinginan dari diri saya buat bertanya, "Botol pecah di depan rumah tetangga. Mengapa Papa harus repot-repot membersihkan? Bukankah itu tugas tetangga?"
Papaku menatapku sambil tersenyum, "Nak! Mengapa kamu begitu polos? Botol itu memang pecah di depan rumah tetangga, tetapi jalanan itu milik umum. Kalo Papa tidak segera membereskannya, Papa khawatir nanti ada yang kena belingnya."
'
Saya langsung membayangkan teman-temanku yang suka berlarian dan berjalan tanpa alas kaki. "Ternyata diam-diam Papa telah menyelamati banyak orang dari bahaya beling ya...", batinku.
Di lain waktu, ada orang dengan gangguan jiwa mengalami epilepsi. Kebetulan jatuhnya tidak jauh dari rumahku. Tanpa pandang orang dengan gangguan jiwa, papa langsung menolong orang tersebut. Dibawalah orang tersebut ke "Rumah Sakit" eh.."Rumah Sehat" dengan memakai becak.
Dengan polos  kubertanya lagi kepada papa, "Mengapa Papa tidak jijik saat melihat air liur yang keluar dari orang tersebut? Kok Papa mau menolong orang dengan gangguan jiwa?"
Dengan tersenyum lagi papa berkata, "Nak! Mengapa kamu polos sekali? Orang dengan gangguan jiwa itu juga manusia. Sebagai sesama manusia, kita wajib menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan, bukan malah memilah-milah."
"Soal air liur, itu tidak akan membunuh Papa, Papa tinggal mandi dan bersih-bersih."sambil papaku memelukku.
"Aisssh..betapa nyamannya punya sosok  yang sebaik Papa" batinku.
Di lain waktu lagi, saya dan papa berkeliling kota, ada kucing mati di tengah jalan (korban tabrak lari).Papaku segera pulang ke rumah mengambil keperluan buat mengangkat kucing tersebut dan menguburkannya.
Kembali kubertanya lagi, "Mengapa Papa yang harus repot mengangkat kucing tersebut? Mengingat jarak kejadian tabrak lari itu cukup jauh, bukan depan rumah kita bahkan bukan depan rumah tetangga yang dekat."
Kembali papaku menjawab "Nak! Mengapa kamu polos sekali. Biarpun itu cuma binatang, tetapi tetap harus kita tolong. Kalau  dibiarkan kasihan! Papa tidak tega! Dan takutnya menyebarkan virus penyakit."