Berkoalisinya Gerindra dengan PKS sungguh membuatku kecewa. Mengapa Gerindra memilih bergabung dengan partai yang aku anggap munafik, kenapa tidak mencoba menggandeng PAN atau Hanura yang lebih nasionalis. Bagiku, koalisi dengan PKS ibaratnya menyimpan “Bom waktu”. Seharusnya Pak Prabowo melihat pengalaman koalisi Demokrat dengan PKS sebelum ini. Selalu mencari keuntungan untuk partainya dan rela menikam dari belakang rekan koalisi adalah sifat yang harus dijauhi. Tetapi mengapa Prabowo seakan melupakan hal ini.
Apakah Pak Prabowo kesulitan untuk menjalin komunikasi dengan partai lain? Sehingga dia rela merendahkan dirinya menyurati PKS untuk mengajaknya berkoalisi? Mengapa tidak dilakukan penjajakan terlebih dahulu? Apakah kegagalan menjalin koalisi bersama PPP membuat Prabowo trauma? Tentu saja harga yang harus dibayar Prabowo untuk mengajak PKS berkoalisi sangatlah besar. Aku tidak percaya jika kerjasama ini dilakukan tanpa deal-deal pembagian kursi. Melihat sikap PKS saat berkoalisi sebelum ini, besar kemungkinan lebih banyak kursi menteri yang ingin dimiliki.
Apalagi menurut kata Tifatul bahwa PKS juga sedang mempertimbangkan ajakan Demokrat untuk kembali berkoalisi. Bisa diambil kesimpulan bahwa PKS sedang memainkan posisi tawar agar dapat kursi yang maksimal. Aku lebih menerima Prabowo berpasangan dengan Hatta Radjasa daripada dengan Anis Matta. Jika koalisi Gerindra dengan PKS tetap dijalani maka aku lebih baik berpindah ke lain hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H