Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Syawalan: Tradisi Penuh Makna, Tradisi Saling Menguatkan

30 Mei 2020   20:54 Diperbarui: 30 Maret 2024   17:25 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arak-arakan Gunungan Syawalan di Rembang, Jawa Tengah. Sumber: Saiful Anwar/Radar Kudus, radarkudus.jawapos.com

Bentuk ketupat (persegi) juga diartikan dengan kiblat papat limo pancer. Papat dimaknai sebagai simbol empat penjuru mata angin utama: timur, barat, selatan, dan utara. Artinya, ke arah manapun manusia akan pergi ia tak boleh melupakan pancer (arah) kiblat atau arah kiblat (salat). Rumitnya anyaman janur untuk membuat ketupat merupakan simbol dari kompleksitas masyarakat Jawa saat itu. Anyaman yang melekat satu sama lain merupakan anjuran bagi seseorang untuk melekatkan tali silaturahmi tanpa melihat perbedaan kelas sosial. 

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi
Selain Ketupat, yang khas dari Kupatan adalah Lepet. Lepet isinya sajian beras ketan dan kelapa. Lepet berasal dari kata silep sing rapet. Kubur/tutup kesalahan yang telah dimaafkan agar hubungan persaudaraan erat, lengket bagaikan ketan di dalam lepet. Lepet itu bagi saya jika makan setengah kurang, makan satu kenyang. Seperti filsafat hidup yang seimbang. Sedang-sedang saja. Jika satu sudah cukup, tak perlu lebih dan berlebihan.

Tradisi Kupatan ini juga disebutkan berasal dari tradisi pemujaan Dewi Sri, dewi pertanian dan kesuburan, pelindung kelahiran dan kehidupan, kekayaan dan kemakmuran. Ia dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris. Ia dimuliakan sejak masa kerajaan kuno seperti Majapahit dan Pajajaran. Dalam konteks Islam, nilai-nilai ini disesuaikan dengan simbolisasi Ketupat yang telah dijelaskan di atas.

Semangat ketakwaan, rasa syukur dan memperat tali silaturahmi lah yang kuat tertangkap pada kebiasaan orang tua kita yang mengupayakan adanya hantaran Ketupat dan Lepet di hari Syawalan. Banyak perayaan agama di keluarga kami yang tumbuh dari tradisi NU yang kuat, terutama selalu dipertahankan oleh Ibu saya. Dan Ketupat-Lepet merupakan salah satu bagian yang terpenting, karena menjadi perekat dan pemelihara kekuatan masyarakat di momen yang selalu dinanti setiap tahunnya, Puasa di bulan Ramadhan dan Hari Raya di bulan Syawal.

Dalam situasi pandemic, perayaan yang melibatkan massa dan berkumpul hampir semua ditiadakan. Namun perayaan ini tetap hidup di masing-masing keluarga yang percaya bahwa ini sungguh berarti seperti yang dilakukan oleh Ibu dan beberapa anggota keluarga lainnya. Apalagi pada masa yang tidak mudah ini, Kupatan merupakan simbol untuk saling menguatkan dan mendoakan untuk kehidupan dan keadaan yang lebih baik.

Makna makanan dan perayaan yang sungguh indah. Hebatnya Walisongo yang memperkenalkan tradisi yang lekat dengan kehidupan sehari-hari kita, untuk kita resapi, maknai setiap tahunnya. Perayaan yang menyatukan, merekatkan satu sama lain. Manusia yang tak pernah luput laku lupa dan salah ini mungkin akan mengulangi, sehingga tradisi ini setiap tahunnya terasa begitu berarti. Semoga kita dapat berjumpa kembali dengan Syawalan tahun depan dalam kondisi sehat dan bahagia😇
 
Selamat Kupatan, Selamat Syawalan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun