Mohon tunggu...
Lisa Fahrani
Lisa Fahrani Mohon Tunggu... -

not kind of a girl in your sweetest dream

Selanjutnya

Tutup

Politik

UP2DP: Program Transparan yang Dihujat

29 Juni 2015   14:22 Diperbarui: 29 Juni 2015   14:25 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih soal UP2DP yang disalah artikan sebagai Dana Aspirasi. Padahal penjelasan mengenai UP2DP sering kali dijelaskan oleh beberapa pihak yang mendukung. (Baca: http://www.kompasiana.com/adi_sastrawidjaja/up2dp-tidak-sama-dengan-dana-aspirasi_5580f2f1949373bb068b4570). Dalam akun Twitternya Anggota DPR RI, Muhamad Misbakhun @MMisbakhun juga seringkali mengicaukan bahwa jangan salah artikan UP2DP sebagai Dana Aspirasi. “Tidak ada yang namanya dana aspirasi, tidak ada itu. Cuma memang ada badan bernama UP2DP (Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan). Kita lagi konsentrasikan itu untuk memperkuat perwakilan DPR di Dapil masing-masing,” kata Misbakhun.

Setelah memahami perbedaan mendasar antara UP2DP dan Dana Aspirasi. Mari mulai sekarang kita membiasakan diri untuk menyebutnya sebagai UP2DP. Banyak masyarakat yang tidak setuju dengan program tersebut dikarenakan ketakutan akan jadi bahan pemuasan nafsu pribadi oleh anggota DPR. Sedangkan jika kita mau lihat lebih dalam lagi, DPR dalam program ini tugasnya hanyalah menampung aspirasi dari rakyat di daerah pilihannya untuk kemudian direkap dan diajukan dalam pembahasan APBN. DPR sendiri tidak memegang dana pembangunan itu secara langsung, maka ketakutan masyarakat akan APBN yang di’makan’ sendiri oleh anggota DPR tidak akan terjadi. Justru ini adalah langkah bagi masyarakat yang ingin melihat transparansi penggunaan anggaran negara yang dikucurkan melalui program yang akuntabel dan transparan. Sehingga tidak ada lagi yang namanya lagi mafia-mafia anggaran karena semua dapat diketahui oleh publik.

Namun masih ada polemik setelah Usulan Program Pembangunan Daerah Pilihan sudah disahkan di paripurna DPR. Banyak yang mengatakan Pemerintahan Jokowi nampaknya akan menolak usulan program tersebut, meski belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini yang langsung datang dari mulut Presiden. Apalagi ada wacana ketiga fraksi yang berasal dari KIH yang menolak UP2DP akan melobi Presiden Jokowi untuk turut menolak juga. Hal ini ditentang habis oleh Wakil Ketua Tim UP2DP, Muhamad Misbakhun. "Jikalau memang benar ada penolakan dari Pemerintahan Presiden Jokowi, pertanyaannya kemudian adalah siapa yang akan melaksanakan UU MD3 pasal 80? Dimana Anggota DPR mempunyai hak menerima usulan program pembangunan daerah pemilihan. Sedang UU MD3 tersebut telah disahkan bersama antara DPR dan Pemerintah,"

Lebih jauh Misbakhun mengingatkan bahwa Presiden Jokowi telah mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia. Yang artinya akan taat kepada UUD 1945 dan melaksanakan ketentuan Undang-Undang. Apakah dengan adanya wacana penolakan ini berarti Presiden Jokowi hendak melakukan pelanggaran konstitusi? "Padahal konsep UP2DP adalah bersifat usulan program pembangunan berbasis dapil yang justru bisa membantu visi dan misi presiden presiden dalam melakukan pemerataan pembangunan seperti yang ada di Nawacita," ujar Misbakhun lagi. (Baca: http://www.tribunnews.com/nasional/2015/06/25/m-misbakhunkonsep-up2dp-membantu-nawacita-presiden). 

Padahal jika kita mau sedikit saja memahaminya lebih dalam, pelaksanaan UP2DP ini akan berjalan transparan dan akuntabel sehingga menyingkirkan kegelisahan masyarakat selama ini. Jika memang nanti dalam pelaksanaannya ada yang tidak sesuai aturan, ada penyelewengan dan sebagainya, kan artinya dapat diawasi bersama, tentu berbeda dengan banyaknya program tidak jelas yang selama ini diusung. Coba bayangkan, lebih baik mana APBN dirampok sama program transparan yang bisa dilacak dan ditelusuri penggunaannya atau hilang begitu saja tanpa program yang jelas?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun