Reklamasi Teluk Jakarta yang sebelumnya dihentikan pada masa Menko Kemaritiman Rizal Ramli, resmi dilanjutkan hari ini. Kepastian proyek tersebut disampaikan oleh Menko Kemaritiman yang baru, Luhut Binsar Pandjaitan.
Saya masih bertanya-tanya “Kok dilanjutin lagi sih?”. Padahal sejak dikabarkan Teluk Jakarta akan direklamasi, banyak warga setempat yang notabene berprofesi sebagai nelayan menentangnya. Ditambah lagi sejumlah aktivis dan pegiat lingkungan anti reklamasi yang berada di pihak warga.
Tapi apa mau dikata, pemerintah yang berkuasa, jadi Reklamasi benar-benar dilanjutkan. Saya pun sempat berkata dalam hati “Luhut kok ngeyel ya?" Padahal menurut pemahaman saya, lebih banyak keburukan reklamasi ketimbang manfaatnya bagi wilayah sekitar.
Luhut juga mengatakan bahwa ia sudah mendengarkan semua aspek, mulai dari lingkungan hidup, PLN, BPPT, KKP, DKI, dan juga aspek hukumnya. Pernyataan itu pun mengganggu saya. Jika Luhut mendengarkan aspek hukum dari reklamasi, bagaimana dengan Presiden Jokowi yang secara terang-terangan tidak mau menyerahkan reklamasi ke tangan swasta?
Seperti yang diketahui, Luhut menyerahkan proyek reklamasi ke salah satu pengembang swasta, yakni PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha dari PT Agung Podomoro Land. Tapi apa yang terjadi? Direktur PT Muara Wisesa Samudra, Renaldi Freyar Hawadi, belum lama ini diperiksa oleh KPK terkait kasus dugaan suap pembahasan Raperda tentang Reklamasi Teluk Jakarta.
Tidak sampai di situ saja, Reklamasi Teluk Jakarta ini juga memiliki banyak kerugian, termasuk menimbulkan kerusakan lingkungan. Saya juga membaca setidaknya ada 10 danmpak buruk Reklamasi Teluk Jakarta, diantaranya adalah bahaya tanah reklamasi, peninggian air laut, sampai musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan.
Saya masih tidak mengerti kenapa Reklamasi Teluk Jakarta masih dilanjutkan, padahal PTUN juga sudah memberikan keputusan kalau reklamasi itu harus dihentikan. Pada sidang putusan yang digelar 31 Mei 2016 itu, Hakim memerintahkan agar tergugat menunda pelaksanaan keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai berkekuatan hukum tetap.
Selama ini, setahu saya Luhut juga tidak pernah membuka data-data tim komitenya terkait Reklamasi Teluk Jakarta. Seperti ada yang sengaja ditutup-tutupi di sini. Padahal sudah seharusnya segala sesuatu harus dilakukan secara transparan.
Ya, sama seperti orang kebanyakan, saya masih aneh kenapa Reklamasi Teluk Jakarta ini masih dilanjutkan. Apakah suara rakyat sudah tidak dianggap?
Semua sumber berita bisa dilihat di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H