Senin kemarin (6/7/2015) seluruh fraksi yang ada di Komisi XI DPR RI dan Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah sepakat untuk mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang no. 4 tahun 2008 mengenai Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang dibuat era pemerintahan SBY. (Baca: Pemerintah dan DPR Sepakat Cabut Perppu JPSK).  Banyak yang mengapresiasi langkah Menteri Bambang ini, salah satunya adalah Muhamad Misbakhun yang merupakan juru bicara Fraksi Partai Golkar. Menurut Misbakhun, Menteri Bambang berani membuat terobosan baru yang tidak dilakukan oleh Menteri Keuangan sebelumnya dalam menyelesaikan persoalan pelik yang tengah dihadapi bangsa ini dengan membangun komunikasi yang baik ke seluruh fraksi.
Salah satu alasan mengapa pemerintah dan DPR sepakat untuk mencabut Perppu JPSK adalah kekhawatiran akan krisis yang terjadi di Yunani akan mempengaruhi perekonomian global, terutama pada negara-negara berkembang (emerging market) yang juga diakibatkan oleh kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed Rate). Otomatis Rupiah juga terpengaruh mengingat kepemilikan asing di surat utang negara kita mencapai 38% dan 60% di pasar modal. (Baca: RUU JPSK Diharapkan Memperjelas Kewenangan Antar Otoritas).Â
Sebelum keputusan diambil, sepuluh fraksi yang ada di DPR RI mengutarakan pendapatnya termasuk Muhamad Misbakhun dari fraksi Partai Golkar, Perppu JPSK ini adalah satu dari tiga Perppu yang dikeluarkan pada tahun 2008, di antaranya adalah Perppu soal BI dan Perppu soal Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Selama ini DPR memang belum pernah membahas RUU JPSK karena Perppu JPSK belum dicabut. Namun kini berdampingan dengan pemerintah, DPR akan lebih fokus untuk menindaklanjuti mengenai RUU JPSK. Salah satunya adalah mengenai pencegahan krisis agar dapat dihindari. Khususnya langkah-langkah pencegahannya agar tidak tersangkut dengan persoalan hukum yang baru. Apalagi selama ini belum adanya garis demarkasi yang jelas antara pembagian wewenang oleh lembaga-lembaga otoritas keuangan. Padahal Century seharusnya menjadi pelajaran oleh pemerintah.Â
"Yang pasti aturan JPSK harus dibuat selengkap mungkin sehingga skandal seperti Bank Century tidak terjadi lagi. Dan perlu adanya aturan protokol krisis yang menjaga kesinambungan ekonomi," ungkap Misbakhun.
Selain itu, Bank Indonesia juga berharap adanya kejelasan pembahasan soal bantuan likuiditas Bank dan Bank yang masuk dalam kategori Bank Domestik Berdampak Sistemik. Maka UU JPSK ini juga diharapkan memberikan kejelasan bagi semua otoritas termasuk BI. Langkah yang diambil pemerintah berdampingan DPR ini patut diapresiasi, semoga kondisi keuangan Republik Indonesia membaik dan tidak ada lagi Century-century lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H